A.
Penangkaran penyu pada hakikatnya mempunyai
tujuan yang mulia yaitu sebagai pengembangbiakan jenis biota laut langka seperti penyu dan merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan populasi
penyu dari ancaman kepunahan, terutama oleh aktivitas manusia, dengan meningkatkan peluang hidup
penyu. Pada kenyataannya, kegiatan
penangkaran penyu sulit diwujudkan, karena
untuk menghasilkan penyu
yang
dapat
dikomersilkan, yaitu penyu keturunan kedua (F2) membutuhkan waktu puluhan tahun. Untuk menghasilkan keturunan pertama saja
membutuhkan waktu
sekitar 30 tahun, apalagi untuk
menghasilkan keturunan kedua, belum besarnya biaya yang akan dikeluarkan sehingga penangkaran penyu tersebut sulit terwujud dan tidak ekonomis.
Namun demikian, penangkaran penyu bukan tidak boleh dilakukan. Hanya saja, dalam
pelaksanaannya tujuan penangkaran dimodifikasi untuk membantu dan mendukung upaya konservasi penyu, yaitu dengan meningkatkan peluang hidup penyu sebelum dilepas ke alam. Oleh karena itu, begitu telur penyu
menetas, maka tukik harus langsung ditebar
dan
dilepas ke laut. Selain untuk kepentingan
mendukung upaya konservasi penyu, kegiatan penangkaran penyu juga dapat diadakan
untuk beberapa kepentingan
khusus, seperti pendidikan, penelitian dan wisata, sehingga sejumlah
tukik hasil penetasan semi alami dapat disisihkan untuk dibesarkan.
Jumlah tukik yang dibesarkan tersebut hanya sebagian
kecil saja dan tergantung tujuan dan dukungan fasilitas penangkaran yang menjamin tukik tersebut dapat tumbuh dan berkembang
dengan optimal.
Secara teknis, kegiatan penangkaran meliputi kegiatan penetasan telur (pada habitat
semi alami atau inkubasi),
pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik ke laut. Tahapan kegiatan teknis penangkaran penyu secara rinci meliputi:
Pemindahan telur, Penetasan semi alami, Pemeliharaan tukik
dan Pelepasan tukik.
a.
Pemindahan Telur
Relokasi atau pemindahan telur
dilakukan
dari penetasan alami ke penetasan semi alami.
Pemindahan telur dilakukan setelah induk penyu kembali ke laut. Pemindahan telur penyu dari sarang alami
ke sarang semi alami harus dilakukan dengan hati-hati karena sedikit kesalahan dalam prosedur akan menyebabkan gagalnya penetasan.
Cara-cara pemindahan telur penyu ke penetasan semi alami adalah sebagai
berikut:
1) Pembersihan pantai/lokasi penetasan baru.
2) Membran atau
selaput
embrio telur penyu
sangat mudah robek jika telur penyu
dirotasi atau mengalami guncangan. Oleh karena itu sebelum
pemindahan telur penyu, pastikan bagian atas telur ditandai kecuali pemindahan telur penyu tersebut dilakukan sebelum 2 jam setelah induk penyu bertelur.
3) Telur penyu yang akan dipindah dimasukkan
ke wadah
secara hati-hati. Pemindahan dengan ember lebih baik dibanding dengan karung/tas.
4) Telur penyu tidak boleh dicuci dan harus ditempatkan atau ditanam
segera dengan kedalaman
yang sama dengan kondisi sarang aslinya, biasanya sekitar 60-100 cm.
5) Ukuran dan bentuk
lubang
juga harus dibuat
menyerupai
ukuran
dan
bentuk sarang
aslinya.
Ukuran diameter mulut
sarang penyu biasanya sekitar 20 cm.
6) Jarak penanaman sarang telur satu dengan lainnya sebaiknya diatur.
7) Ketika ditanam, telur penyu ditutupi
dengan pasir lembab.
8) Peletakkan telur penyu ke sarang penetasan semi alami harus dilakukan dengan hati-hati, dengan posisi telur penyu, yaitu posisi bagian atas dan bawah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi
kegagalan penetasan.
Gambar cara dan proses pemindahan
telur penyu dari sarang alami ke sarang semi alami (buatan) menggunakan
ember
b.
Penetasan Telur Penyu Semi
Alami
Proses penetasan telur penyu secara semi alami dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Telur penyu yang diambil dari sarang alami dipindahkan ke lokasi penetasan semi alami.
2) Masukkan telur penyu kedalam media penetasan, dimana
kapasitas
media dalam menampung
telur disesuaikan dengan besar kecilnya media.
3) Lama penetasan telur penyu sampai
telur penyu menetas menjadi tukik ± 45-60 hari.
4) Lepaskan segera tukik yang baru menetas ke laut.
5) Untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan wisata, sisihkan sebagian tukik yang baru menetas ke dalam bak pemeliharaan untuk dibesarkan.
Lokasi penetasan telur penyu secara semi alami biasanya berada pada di atas daerah supratidal, yaitu daerah dimana sudah tidak ada pengaruh pasang
tertinggi. Pada lokasi tersebut, dapat dibuat
beberapa lubang-lubang telur penyu
buatan sebagai tempat penetasan telur semi alami. Kawasan lubang-lubang
telur penyu buatan tersebut
dapat diberi
pagar
pada
sekelilingnya, baik pagar
permanen maupun semi permanen, dan
dapat juga dikelilingi dengan pohon.
Gambaran
lokasi penetasan telur penyu secara alami dapat dilihat pada
Gambaran disain lokasi penetasan telur penyu secara semi
alami
Penyu secara semi alami dapat juga
dilakukan dalam suatu
wadah. Proses penetasan telur penyu secara semi alami dalam suatu wadah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Siapkan kotak
dari gabus berukuran besar
2. Masukkan 2 (dua) wadah kecil
yang terbuat dari fiber glass atau plastik
ke dalam kotak gabus tadi
3. Wadah fiber glass/plastik pertama
diisi telur penyu, lalu timbun dengan pasir. Bila tidak ada pasir dapat menggunakan kompos atau gambut. Kompos atau gambut baik digunakan karena memiliki
kelembaban
sedang
4. Wadah fiber glass/plastik kedua diisi dengan air. Untuk menjaga kestabilan
suhu air, masukkan heater yang dihubungkan dengan thermostat ke dalam wadah tersebut. Uap yang timbul di dalam kotak berfungsi untuk menjaga
kelebaban
5. Wadah berisi telur penyu harus memiliki lubang pembuangan air. Telur penyu yang tergenang air akan mati karena udara tidak dapat diserap oleh telur penyu.
Hal yang
perlu diperhatikan bahwa penetasan telur penyu
secara semi
alami dalam suatu wadah
buatan juga mempunyai
kelemahan,
yaitu apabila
dilakukan secara
terus-menerus dapat menimbulkan ketidakseimbangan populasi di alam, karena perlakuan suhu dalam proses penetasan telur penyu dalam wadah buatan tersebut
dapat mempengaruhi jenis kelamin
tukik. Sebutir
telur yang menetas secara alami
semestinya jantan,
akan tetapi karena
perlakukan suhu dalam
proses penetasan telur penyu dalam wadah buatan justru menjadi betina dan sebaliknya. Gambar berikut
ini menyajikan bahan dan media untuk proses penetasan telur penyu dalam
wadah buatan.
Bahan dan Media Proses Penetasan Buatan
c.
Pembesaran Tukik
Pembesaran tukik dilakukan dengan sistem rearing di pantai, pembesaran tukik menjadi penyu
muda atau sampai dewasa, termasuk tukik yang cacat fisik sejak
lahir. Lokasi
pembesaran tukik harus berada
pada
daerah supratidal
(di atas daerah
pasang
surut) untuk menghindari siklus
gelombang laut pada bulan mati dan bulan purnama.
Langkah-langkah pembesaran tukik adalah
sebagai berikut:
1) Setelah telur penyu menetas, pindahkan tukik-tukik ke bak-bak pemeliharaan. Bak-bak pemeliharaan dapat berbentuk lingkaran atau
empat persegi
panjang
dengan bahan
dapat dari fiber atau keramik. Ketingian air dalam bak pemeliharaan dibuat berkisar antara 5–10 cm, mengingat tukik yang baru menetas tidak mampu menyelam
Jumlah
dan ukuran bak pemeliharaan tukik disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia
dan estimasi jumlah tukik yang akan ditangkarkan.
2) Suhu air yang cocok untuk tukik adalah
sekitar 25 0C
3) Selama pemeliharaan tukik diberi makan secara rutin dan jika ada yang sakit dipisahkan agar tidak menular kepada tukik yang lain.
Pemberian pakan tukik dilakukan dalam wadah bak/ember dalam ukuran besar.
Langkah-langkah pemberian pakan adalah sebagai
berikut :
a.
Setiap ember diisi sebanyak 25 ekor tukik.
b. Jenis pakan
yang digunakan adalah ebi (udang kering/geragu) dan sekali-kali diberi pakan
daging ikan rucah/cacah. Sesekali dapat diberikan sayuran seperti selada atau kol.
Umumnya tukik belum mau makan 2 – 3 hari setelah
penetasan. Nafsu makan tukik sangat besar pada umur lebih dari 1 tahun, akan tetapi jangan
terus diberi makan.
c. Pakan diberikan 2 kali sehari sebanyak 10-20% dari berat tubuh tukik dengan cara menyebarkan ebi secara merata.
d. Waktu pemberian pakan adalah
pagi dan sore hari.
4) Kondisi air dalam bak pemeliharaan harus diperhatikan, baik kuantitas maupun kualitasnya.
a. Air dalam bak pemeliharaan dapat kotor akibat dari sisa-sisa makanan atau kotoran tukik. Air yang kotor dapat menimbulkan berbagai penyakit yang biasa menyerang bagian mata dan kulit tukik
b. Lakukan pergantian air sebanyak 2 kali dalam
sehari sesudah
waktu makan. Air dalam
bak pemeliharaan
harus selalu mengalir atau gunakan
alat penyaring
ke
dalam
pipa
air bak pemeliharaan.
c. Standar
kualitas air mengacu
pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Kualitas
b. Air untuk Biota
laut.
5) Perawatan tukik
Tukik-tukik di dalam
bak
pemeliharaan seringkali saling
gigit
sehingga
terluka. Pisahkan
dan pindahkan
segera tukik yang terluka dari bak pemeliharaan, bersihkan lukanya dengan larutan
KMnO4 (kalium permanganat) di bak tersendiri.
Keterangan:
• Bak dibuat
berukuran
kecil, bahan dari plastik karena ringan
dan
mudah
dipindah-pindah.
Apabila bak yang
dibuat berukuran besar, sebaiknya terbuat dari kayu yang dibungkus plastik
untuk menghemat biaya
• Buatkan over flow dalam bak untuk membuang minyak atau sampah-sampah berukuran kecil yang terapung di permukaan
air yang keluar bersama
air buangan
• Pasang jaring pada pipa pembuangan agar tukik tidak masuk ke dalam pipa pembuangan
d.
Pelepasan Tukik
Pelepasan yang
dimaksud
adalah
pelepasan tukik ke laut
hasil pemeliharaan yang
dilakukan dalam bak-bak penampungan. Tukik-tukik ini dapat berasal dari penetasan secara alami maupun hasil penetasan buatan. Tujuan pelepasan adalah untuk memperbanyak populasi penyu di laut.
Pelepasan tukik dilakukan pada waktu malam hari sekitar jam 19.00-05.30
WIB. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga agar tukik tidak mudah dimangsa
oleh predator.
Sumber :
Direktorat Konservasi
dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan
Perikanan RI. Pedoman Teknis Pengelolaan
Konservasi Penyu. Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat – Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar