Minggu, 26 Agustus 2018

KONSERVASI : BAGAIMANA CARA PENANGKARAN PENYU ?



A.                                             Gambar terkait
Penangkaran penyu pada hakikatnya mempunyai  tujuan yang mulia yaitu sebagai pengembangbiakan jenis biota laut langka seperti penyu dan merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan  populasi  penyu  dari  ancaman   kepunahan,  terutama oleh  aktivitas  manusia, dengan meningkatkan peluang  hidup  penyu. Pada kenyataannya, kegiatan  penangkaran penyu sulit  diwujudkan, karena  untuk  menghasilkan   penyu  yang  dapat  dikomersilkan, yaitu  penyu keturunan  kedua  (F2) membutuhkan waktu  puluhan   tahun.  Untuk  menghasilkan   keturunan pertama saja  membutuhkan waktu  sekitar  30 tahun, apalagi  untuk  menghasilkan   keturunan kedua, belum besarnya biaya yang akan dikeluarkan sehingga  penangkaran penyu tersebut sulit terwujud dan tidak ekonomis.
Namun demikian, penangkaran penyu bukan tidak boleh dilakukan. Hanya saja, dalam pelaksanaannya tujuan penangkaran dimodifikasi untuk membantu dan mendukung upaya konservasi penyu, yaitu dengan meningkatkan peluang  hidup penyu sebelum  dilepas ke alam. Oleh karena itu, begitu  telur penyu  menetas, maka tukik harus langsung  ditebar  dan  dilepas  ke laut. Selain untuk kepentingan mendukung upaya konservasi penyu, kegiatan penangkaran penyu juga dapat diadakan untuk beberapa kepentingan khusus, seperti pendidikan,  penelitian  dan wisata, sehingga  sejumlah tukik hasil penetasan semi alami dapat  disisihkan untuk dibesarkan. Jumlah tukik yang dibesarkan tersebut hanya sebagian  kecil saja dan tergantung tujuan dan dukungan fasilitas penangkaran yang menjamin tukik tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Secara teknis, kegiatan penangkaran meliputi kegiatan penetasan telur (pada habitat  semi alami atau inkubasi), pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik ke laut. Tahapan kegiatan teknis penangkaran penyu secara rinci meliputi: Pemindahan telur, Penetasan semi alami, Pemeliharaan tukik dan Pelepasan tukik.

a.        Pemindahan Telur
Relokasi  atau  pemindahan telur  dilakukan  dari  penetasan alami  ke  penetasan semi  alami. Pemindahan telur dilakukan setelah induk penyu kembali ke laut. Pemindahan telur penyu dari sarang alami ke sarang semi alami harus dilakukan dengan hati-hati karena sedikit kesalahan dalam prosedur akan menyebabkan gagalnya penetasan.
Cara-cara pemindahan telur penyu ke penetasan semi alami adalah sebagai berikut:
1)        Pembersihan  pantai/lokasi penetasan baru.
2)        Membran  atau  selaput  embrio  telur penyu  sangat  mudah  robek jika telur penyu  dirotasi atau mengalami  guncangan. Oleh karena itu sebelum  pemindahan telur penyu, pastikan bagian atas telur ditandai  kecuali pemindahan telur penyu tersebut dilakukan sebelum  2 jam setelah  induk penyu bertelur.
3)        Telur penyu  yang akan dipindah  dimasukkan  ke wadah  secara  hati-hati.  Pemindahan dengan ember lebih baik dibanding dengan karung/tas.
4)        Telur penyu tidak boleh dicuci dan harus ditempatkan atau ditanam  segera dengan kedalaman yang sama dengan kondisi sarang aslinya, biasanya sekitar 60-100 cm.
5)        Ukuran dan  bentuk  lubang  juga harus  dibuat  menyerupai  ukuran  dan  bentuk  sarang  aslinya. Ukuran diameter mulut sarang penyu biasanya sekitar 20 cm.
6)        Jarak penanaman sarang telur satu dengan lainnya sebaiknya diatur.
7)        Ketika ditanam, telur penyu ditutupi dengan pasir lembab.
8)        Peletakkan telur penyu ke sarang penetasan semi alami harus dilakukan dengan hati-hati, dengan posisi telur penyu, yaitu posisi bagian  atas dan bawah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan penetasan.
                            
Gambar cara dan proses pemindahan telur penyu dari sarang alami ke sarang semi alami (buatan) menggunakan ember
 
b.        Penetasan Telur Penyu Semi Alami
Proses penetasan telur penyu secara semi alami dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)   Telur penyu yang diambil dari sarang alami dipindahkan ke lokasi penetasan semi alami.
2)    Masukkan telur penyu  kedalam media penetasan, dimana  kapasitas media dalam menampung telur disesuaikan dengan besar kecilnya media.
3)   Lama penetasan telur penyu sampai telur penyu menetas menjadi tukik ± 45-60 hari.
4)    Lepaskan segera tukik yang baru menetas ke laut.
5)   Untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan wisata, sisihkan sebagian tukik yang baru menetas ke dalam bak pemeliharaan untuk dibesarkan.
Lokasi penetasan telur penyu secara semi alami biasanya berada pada di atas daerah supratidal, yaitu daerah dimana sudah tidak ada pengaruh pasang  tertinggi. Pada lokasi tersebut, dapat  dibuat beberapa lubang-lubang telur penyu  buatan sebagai  tempat penetasan telur semi alami. Kawasan lubang-lubang telur  penyu  buatan tersebut dapat   diberi  pagar  pada  sekelilingnya,  baik  pagar permanen maupun semi  permanen, dan  dapat  juga  dikelilingi dengan pohon.  Gambaran  lokasi penetasan telur penyu secara alami dapat dilihat pada

  
Gambaran disain lokasi penetasan telur penyu secara semi alami

 Penyu secara semi alami dapat  juga dilakukan dalam  suatu  wadah.  Proses penetasan telur penyu secara semi alami dalam suatu wadah dapat dijelaskan sebagai berikut:
     1.   Siapkan kotak dari gabus berukuran besar
     2.    Masukkan 2 (dua) wadah kecil yang terbuat dari fiber glass atau plastik ke dalam kotak gabus tadi
    3.    Wadah fiber glass/plastik pertama  diisi telur penyu, lalu timbun dengan pasir. Bila tidak ada pasir dapat menggunakan kompos atau gambut. Kompos atau gambut baik digunakan karena memiliki kelembaban sedang
    4.   Wadah fiber glass/plastik kedua diisi dengan air.  Untuk menjaga  kestabilan  suhu air, masukkan heater yang dihubungkan dengan thermostat ke dalam wadah tersebut. Uap yang timbul di dalam kotak berfungsi untuk menjaga kelebaban
    5.  Wadah berisi telur penyu harus memiliki lubang pembuangan air. Telur penyu yang tergenang air akan mati karena udara tidak dapat diserap oleh telur penyu.

Hal yang  perlu  diperhatikan  bahwa  penetasan telur penyu  secara  semi alami dalam  suatu wadah  buatan juga  mempunyai  kelemahan,  yaitu apabila  dilakukan  secara  terus-menerus dapat menimbulkan ketidakseimbangan populasi di alam, karena perlakuan suhu dalam proses penetasan telur penyu  dalam wadah  buatan tersebut dapat  mempengaruhi jenis kelamin tukik. Sebutir telur yang menetas secara  alami semestinya  jantan,  akan tetapi  karena  perlakukan  suhu  dalam  proses penetasan telur penyu dalam wadah buatan justru menjadi betina dan sebaliknya. Gambar berikut ini menyajikan bahan dan media untuk proses penetasan telur penyu dalam wadah buatan.
 
Bahan dan Media Proses Penetasan Buatan

c.         Pembesaran Tukik
Pembesaran tukik dilakukan dengan sistem rearing di pantai, pembesaran tukik menjadi  penyu muda atau sampai dewasa, termasuk tukik yang cacat fisik sejak lahir. Lokasi pembesaran tukik harus berada  pada  daerah  supratidal  (di atas daerah  pasang  surut) untuk menghindari siklus gelombang laut pada bulan mati dan bulan purnama.
Langkah-langkah pembesaran tukik adalah sebagai berikut:
1)    Setelah telur penyu menetas, pindahkan tukik-tukik ke bak-bak pemeliharaan. Bak-bak pemeliharaan dapat  berbentuk lingkaran atau  empat  persegi  panjang  dengan bahan dapat  dari fiber atau keramik. Ketingian air dalam bak pemeliharaan dibuat  berkisar antara 5–10 cm, mengingat tukik yang baru menetas tidak mampu menyelam
Jumlah  dan  ukuran  bak pemeliharaan tukik disesuaikan  dengan luas lahan  yang  tersedia  dan estimasi jumlah tukik yang akan ditangkarkan.
2)      Suhu air yang cocok untuk tukik adalah sekitar 25 0C
3)     Selama pemeliharaan tukik diberi makan secara rutin dan jika ada yang sakit dipisahkan agar tidak menular kepada tukik yang lain. Pemberian pakan tukik dilakukan dalam wadah bak/ember dalam ukuran besar.
Langkah-langkah pemberian pakan adalah sebagai berikut :
a.   Setiap ember diisi sebanyak 25 ekor tukik.
b.  Jenis pakan  yang digunakan  adalah  ebi (udang  kering/geragu) dan  sekali-kali diberi pakan daging ikan rucah/cacah. Sesekali dapat diberikan sayuran seperti selada atau kol.
Umumnya tukik belum mau makan 2 3 hari setelah  penetasan.  Nafsu makan tukik sangat besar pada umur lebih dari 1 tahun, akan tetapi jangan terus diberi makan.
c.    Pakan diberikan 2 kali sehari sebanyak 10-20% dari berat tubuh tukik dengan cara menyebarkan ebi secara merata.
d.      Waktu pemberian pakan adalah pagi dan sore hari.

4)   Kondisi air dalam bak pemeliharaan harus diperhatikan, baik kuantitas maupun kualitasnya.
a.  Air dalam bak pemeliharaan dapat kotor akibat dari sisa-sisa makanan atau kotoran tukik. Air yang kotor dapat menimbulkan berbagai penyakit yang biasa menyerang bagian mata dan kulit tukik
b.  Lakukan pergantian air sebanyak  2 kali dalam  sehari sesudah  waktu makan. Air dalam  bak pemeliharaan  harus  selalu  mengalir  atau  gunakan  alat  penyaring  ke  dalam  pipa  air bak pemeliharaan.
c.  Standar kualitas air mengacu  pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Kualitas
b.  Air untuk Biota laut.

5) Perawatan tukik
Tukik-tukik di dalam  bak  pemeliharaan seringkali saling  gigit  sehingga  terluka.  Pisahkan  dan pindahkan  segera  tukik yang terluka dari bak pemeliharaan, bersihkan  lukanya dengan larutan KMnO4 (kalium permanganat) di bak tersendiri.

 

Tata cara pemeliharan tukik dalam bak pemeliharaan
Keterangan:
•       Bak dibuat  berukuran  kecil, bahan  dari plastik karena  ringan  dan  mudah  dipindah-pindah. Apabila bak yang  dibuat berukuran besar, sebaiknya terbuat dari kayu yang dibungkus plastik untuk menghemat biaya
•       Buatkan over flow dalam bak untuk membuang minyak atau sampah-sampah berukuran kecil yang terapung di permukaan air yang keluar bersama air buangan
•       Pasang jaring pada pipa pembuangan agar tukik tidak masuk ke dalam pipa pembuangan

d.        Pelepasan Tukik
Pelepasan  yang  dimaksud  adalah  pelepasan tukik ke laut  hasil pemeliharaan yang  dilakukan dalam bak-bak penampungan. Tukik-tukik ini dapat berasal dari penetasan secara alami maupun hasil penetasan buatan.  Tujuan pelepasan adalah untuk memperbanyak populasi penyu di laut.
Pelepasan tukik dilakukan pada waktu malam hari sekitar jam 19.00-05.30 WIB. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tukik tidak mudah dimangsa oleh predator.

 Sumber :
Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal  Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat – Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar