Rabu, 22 November 2017

PEMBUATAN GARAM

PEMBUATAN GARAM





Di Indonesia garam diproduksi dengan cara menguapkan air laut pada sebidang tanah pantai dengan bantuan angin dan sinar matahari sebagai sumber energi penguapan. Produksi garam biasanya masih dilakukan secara tradisional oleh pembudidaya penghasil garam ditambak rakyat yang berada di beberapa daerah pantai  di Indonesia.
Dengan luas lahan garam 43.052,10 ha dan baru sekitar 25,702,06 ha  yang baru dimanfaatkan untuk memproduksi garam. adapun lahan garam tersebut tersebar di sembilan propinsi , yaitu Nanggroe Aceh Darusallam ( 304 ha, dimanfaatkan 277 ha ), Jawa Barat ( 4,278 ha dimanfaatkan 4,116 ha ), Jawa Tengah ( 7,249 ha, dimanfaatkan 6,187 ha ),Jawa Timur (  13.148 ha, dimanfaatkan 10.836 ha ),Bali ( 94,1 ha, dimanfaatkan 57,72 ha ), Nusa Tenggara Timur ( 11,260 ha, dimanfaatkan 263 ha ), Nusa Tenggara Barat ( 1.574 ha , dimanfaatkan 1.052 ha ), Sulawesi Selatan ( 1.462 ha , dimanfaatkan 1.260,23 ha ).( Data disperindag 2009 )
Dengan luasan lahan produksi  seperti tersebut diatas, produksi garam rakyat pada tahun 2009 mencapai 1.265.600 ton terdiri dari garam konsumsi 966.100 ton dan industri 299.500 ton sedangkan kebutuhan garam nasional mencapai 2.865.600 ton yang terdiri dari garam konsumsi 1.166.100 ton dan garam industri 1.699.500 ton , berdasarkan hal tersebut ternyata kebutuhan garam nasional  mengalami kekurangan sebesar 1.600.000 ton yang terdiri dari garam konsumsi 200.000 ton dan garam industri sebesar 1.400.000 ton, sehingga untuk mencukupi kebutuhan garam nasional , pemerintah membuka import garam dari China, india maupun Amerika,( disperindag 2009 )karena tingkat produksi garam rakyat hanya berkisar antara 60 – 80 ton perhektar per musim
MENINGKATAN PRODUKTIFITAS PEGARAMAN MELALUI INTENSIFIKASI LAHAN
Dalam rangka menjamin kebutuhan garam dalam negeri baik untuk kebutuhan konsumsi maupun  industri dibutuhakan pembukaan lahan penggaraman baru ( ekstensifikasi ) diatas lahan garam potensial di Indonesia timur , khususnya Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah., karena disamping tersedianya lahan yang ada juga musim kemarau di wilayah tersebut mencapai kurang lebih sampai 8 ( delapan ) bulan.Tetapi hal ini memerlukan waktu yang panjang  dan modal yang besar juga harus ada investor yang mau bekerja sama. Mengingat hal tersebut yang perlu  dipertimbangkan adalah  tentang intensifikasi lahan agar dapat dilakukan disentra produksi garam yang saat ini sudah ada, terutama melalui kegiatan pembangunan dan penyempurnaan saluran primer serta skunder dan kristalisasi garam bertingkat untuk meningkatkan produksigaram rakyat dan sekaligus produktifitas lahan, karena masalah ini akan lebih penting dan sangat dirasakan manfaatnya bagi petambak garam rakyat, tinggal bagaimana pemerintah menjembatani terhadap pola intensifikasi lahan tersebut, mungkin melalui bantuan atauprogram pelatihanbagi petambak garam melalui  dinas – dinas terkait, sehingga petambak garam mau merobah tata letak lahan garamnya untuk peningkatan produksinya
MEROBAH LAHAN GARAM RAKYAT DARI TRADISIONAL MENJADI SEMI INTENSIF
a. Konstruksi lahan tradisional
Gambar Lahan Pola Tradisional
Dari gambar diatas adalah pola lahan tradisional, dimana perbandingan antara kolam penampung air muda ( buffer ) , kolam peminihan ( penguapan ) dan kolam penampung air tua ( bunker ) dengan meja kristalisasi hampir berbanding 65% : 35% dan hal inilah diantara penyebab hasil produksi garam rakyat tidak akan lebih dari 100 ton per hektar permusim , karena tata letak luasan lahan garam didapat secara turun temurun dan petani tambak garam tidak ada upaya sama sekali untuk meningkatkan hasil produksinya, karena keterbatasan informasi teknologi baru yang selama ini  mereka belum dapatkan.  Kalaupun petani akan mencoba menambah luasan meja Kristal hal ini akan menghadapi kendala didalam penyiapan air tua yang akan dilepas pada meja Kristal karena pada umumnya mereka tidak memiliki kolam penampung air tua
Beberapa hal yang menghambat produksi garam rakyat adalah :
1. Perbandingan atau rasio luasan antara kolam penampung ( reservoir ) , kolam penguapan dan kolam kritalisasi yang belum memadai. Yaitu berbanding kurang lebih 65 % luasan lahan digunakan untuk meja penampung air muda , meja peminihan  dan 35 % untuk meja Kristal . Karena pada umumnya  petani tambak garam rakyat diperolehnya lahan secara turun temurun sehingga tidak ada upaya sama sekali bagaimana supaya hasil produksi bisa meningkat 
2. Terlalu kecilnya luasan kolam kristalisasi. Dengan luasan lahan yang ada petani garam membagi untuk meja krital sangat tidak seimbang sehingga hasil yang didapatpun tidak akan ada perobahan peningkatan produksi yang nyata , hal ini disebabkan terlalu sedikitnya stok air tua yang akan dilepas kemeja Kristal.
3. Tidak adanya kolam bunker untuk air tua dikolam penguapan.Hampir disemua lahan tambak garam tradisional tidak tersedia kolam penampungan air tua ( bunker ) sebagai stok air tua, mereka hanya mengandalkan saluran kecil atau parit yang ada disekitar meja Kristal , dan hal ini sangat merugikan sekali terhadap peningkatan hasil produksi yang diharapkan
4. Dikembalikanya air buangan dari kolam kristalisasi kekolam sebelumnya.Selama proses produksi garam dimeja Kristal akan terjadi peningkatan kepekatan terhadap larutan air garam yang ada, karena petani garam merasakan terhadap perobahan hasil yang didapat atau petani sangat memperhatikan warna kecerahan larutan air garam yang ada dimeja Kristal yaitu kekuning – kuningan ( disebut biten ), sehingga untuk mengganti larutan air garam yang baru mereka membuang air biten ini ke parit penuaan air tua disekitar meja Kristal dengan harapan setelah air biten ini tercampur air tua yang ada diparit tersebut akan memepercepat proses penuan air tua, padahal hal ini sangat merugikan terhadap garam yang dihasilkan karena air biten ini justru akan menurunkan kualitas garam tersebut. 
5. Belum adanya budaya kontrol kualitas air yang baik.Didaerah sentra garam yang ada didaerah minapolitan belum didapat hasil produksi garam yang memenuhi standart garam industry maupun konsumsi, dikarenakan petani tambak garam belum memahami betul tentang kualitas air tua yang akan dilepas kemeja kristalisasi untuk mendapatkan garam yang berkualitas.
6. Belum adanya pemanfaatan sistim tata air yang baik.Air laut adalah sebagai bahan bakuutama d  alam produksi garam sehingga kualitasnya harus benar – benar diperhatikan , namun karena belum adanya tata saluran air yang baik maka petani garam yang memiliki lahan jauh dari laut sangat kesulitan dalam menyalurkan bahan baku tersebut sampai ke lahan.
7. Tanah sebagai faktor peralatan utama.Indonesia mempunyai panjang garis pantai sampai 95 000 kilo meter, namun dengan luasan garis pantai tersebut tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk lahan garam, mengingat lahan garam yang baik adalah bertanah liat karena tekstur tanah tersebut mampu menahan air dari kebocoran , sedangkan tanah yang berpasir bersifat forus. Sehingga mengingat kondisi tersebut maka pada daerah – daerah tertentu saja yang bisa memproduksi garam.
8. Iklim sebagai sumber tenaga.Wilayah pantai utara jawa yang merupakan daerah sentra garam rakyat hanya  berkisar 4  sampai 5 bulan saja terjadi musim kemarau , padahal dimusim tersebut petani garam mampu memproduksi garam secara maksimal , sehingga petani garam hanya mampu memproduksi disaat kemarau saja . tetapi lain halnya didaerah Indonesia timur , musim kemarau hampir bisa sampai 8 bulan , sehingga untuk ekstensifikasi lahan Indonesi timur sangat lebih baik. 

b. Konstruksi lahan semi intensif
GAMBAR LAHAN POLA SEMI INTENSIF
Sangatlah nyata hasil produksi garam rakyat dari 60 – 80 ton per hektar per musim menjadi 150 ton per hekter per musim yaitu dengan merobah lahan garam dari pola tradisional menjadi pola semi intensif . karena dari pola semi intensif ini akan didapat beberapa keuntungan 
1. Luasan perbandingan lahan 35% untuk kolam buffer , meja peminihan dan bunker , dan 65% meja Kristal. Sehingga meja Kristal dapat di buat sampai 48 meja per hektarnya, sedangkan pada pola tradisional hanya 20 meja Kristal setiap hektarnya.
2. Adanya sistim ulir yang digunakan dari meja peminihan sampai ke kolam penampungan air tua ( bunker ) , karena pada sistim ulir ini akan mempercepat proses perolehan air tua.
3. Tersedianya bunker sebagai kolam penampungan air tua , sehingga petani garam tidak akan kesulitan ( kekurangan ) air tua yang akan dilepas kemeja Kristal 
4. Waktu proses persiapan produksi akan lebih cepat yakni hanya 15 hari , karena proses pembuatan air baku ( air tua ) menggunakan sistim ulir. Sedangkan pada pola tradisional untuk persiapan proses produksi mencapai 40 hari.

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seiring dengan bertambahnya penduduk dan pesatnya perkembangan industri terhadap kebutuhan garam, hal ini ada beberapa  permasalahan pokok yang perlu diselesaikan secara bersama oleh instansi yang terkait dengan produksi garam nasional, adapun permasalahan tersebut diantaranya adalah tentang teknologi dan teknis produksi.
Bila ditinjau dari masalah teknologi
Petani garam dalam proses pembuatan garam  menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu menguapkan air laut didalam petak pegaraman dengan tenaga sinar matahari tanpa sentuhan teknologi apapun, sehingga walaupun bahan baku melimpah namun salinitas dan polutan yang terlarut sangat beragam, disamping itu areal pegaraman terpencar-pencar dan kepemilikan lahan oleh rakyat sempit, adapun hal – hal yang lain adalah sebagai berikut :
a. Areal sarana
Luas areal pada pegaraman rakyat yang dimiliki secara perorangan sangat kecil yaitu berkisar antara 0,5 sampai dengan 5 hektar per unit dengan penataan petak peminihan dengan petak kristalisasi yang tidak memenuhi persyaratan dimana petak peminihan lebih sangat luas dibandingkan dengan petak kristalisasi
b. Proses
Secara umum dalam proses produksi garam rakyat adalah total kristalisasi , dimana air tua yang berada dimeja peminihahan bila dianggap mencukupi kepekatanya langsung dialirkan kemeja – meja kristalisasi, tanpa pengontrolan kepekatan larutan air garam yang memenuhi syarat. Selain hal tersebut juga didalam pemadatan atau pengolahan meja kristalisasi  kurang bagus atau kurang padat sehingga pada saat pemanenan kemungkinan permukaan meja tanahnya akan ikut terbawa sehingga warna kristal garam akan menjadi keruh atau coklat.
c. Produktifitas :
Produktifitas rata – rata petani garam berkisar 60 ton sampai 80 ton  per hektar permusim dikarenakan petakan – petakan proses produksi garam masih belum tertata secara benar atau  tetap sama secara turun temurun tanpa sentuhan teknologi apapun
d. Mutu garam
Garam yang dihasilkan dalam  bentuk kristal yang kecil dan rapuh hal ini dikarenakan pada proses pelepasan air tua yang belum saatnya serta waktu pemanenan yang terlalu pendek yakni berkisar 3 s.d 5 hari
Masalah Teknologi Produksi
a. Teknis Produksi
Peralatan dan cara produksi masih sederhana, saluran air bahan baku tidak tertata sehingga pasokan air sebagai bahan baku tidak kontinyu, Kemampuan petani garam didalam mengolah lahan garam untuk peningkatan produksi  terpusat di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, sedangkan SDM di Indonesia Timur kualitasnya masih harus ditingkatkan.
b. Iklim
Musim kemarau di pulau jawa relative pendek yaitu berkisar 4 s.d. 5 bulan pertahun dengan kelembaban yang tinggi, sehingga produktivitas garam pertahun rendah, sedangkan untuk Indonesia timur musim kemarau hingga 7 s.d. 8 bulan
c. Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan garam rakyat rata – rata masih rendah yaitu sekitar 60 s.d 80 ton/ha/musim
d. Kualitas Produk
Kualitas produk tidak seragam dengan kandungan zat pencemar yang tinggi. Sehingga untuk peningkatan kualitas atau pemurnian kristal garam melalui pencucian menyebabkan naiknya biaya, oleh Karena itu garam rakyat cenderung dijual dengan kualitas seadanya. Sebagai perbandingan garam konsumsi produksi PT. Garam mengandung NaCl 95 % – 97 %, sedangkan garam rakyat mengandung NaCl lebih kecil dari 95%.
e. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana garam rakyat belum tertata dan kurang memadai. Tata letak pegaraman rakyat umumnya tidak teratur dan terpencar-pencar, sarana jalan yang menghubungkan petak/lahan dengan jalan raya sebagai sarana transportasi hampir dikatakan tidak ada atau tidak memadai. Hal ini menyebabkan biaya angkut ke tepi jalan raya (transportasi ke atas truk pengangkut) menjadi tinggi sehingga pendapatan pembudidaya garam pada umumnya menjadi lebih kecil karena dipotong biaya transport yang cukup besar.
Berdasarkan masalah yang ada saat ini maka untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam rakyat perlu ada sentuhan teknologi bagi pembudidaya garam rakyat. Adapun untuk peningkatan produksi perlu penataan lahan yang ada yaitu merobah lahan dari tradisional menjadi semi intensif , karena pada lahan tradisional umumnya terdiri dari : kolam penampung air muda, kolam peminihan, meja kristalisasi sedangkan kolam penampung air tua hanya ada disekitar meja kristalisasi yang berbentu parit. Pada lahan semi intensif terdiri dari kolam penampung air muda, kolam peminihan, kolam ulir , kolam penampung air tua dan meja kristalisasi. Dari perbedaan tersebut pada lahan semi intensif akan cepat didapat air tua yaitu dengan penambahan kolam ulir, dan untuk meningkatkan produksi garam diperluasnya meja kristalisasi hal ini tidak perlu dikawatirkan kekurangan air tua karena stok air tua sudah tersedia di kolam penampung air tua.
Sedangkan untuk meningkatkan mutu garam rakyat yang perlu dilaksanakan oleh pembudidaya garam adalah pengontrolan air tua yang akan dilepas kemeja kristalisasi dimana air tua yang akan dilepas harus mempunyai kepekatan 25° Be agar didapat kristal garam yang baik yaitu kristal garam tersebut tidak mudah rapuh dengan waktu pemanenan minimal 10 hari.
Selain hal tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi meja kristalisasi, karena pada umumnya pembudidaya garam rakyat selama musim kemarau ingin memanen garamnya secara terus menerus, tidak lagi memperhatikan kondisi lapisaan atas meja kristalisasi, padahal dengan pemanenan yang terus menerus menyebabkan tanah lapisan atas meja kristalisasi akan rusak, sehingga akan didapat kristal garam yang warnanya keruh atau kecoklatan.  Untuk mencegah hal tersebut maka pada pembudidaya garam rakyat dalam proses pembuatan garamnya disarankan dengan TEKNOLOGI GEO MEMBRANE 
Lahan Garam dengan Teknologi Geo Membrane
Berdasarkan dari masalah teknologi dan produksi terhadap garam rakyat maka saat ini Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan ( BPPP ) Tegal dalam upaya meningkatkan hasil produksi dan kualitas garam rakyat maka dalam pob. la pelatihan yang diterapkan pada pembudidaya garam rakyat mengembangkan metode teknologi geo membrane dimana dalam metode tersebut akan didapat garam yang berkualitas sesuai standart SNI dan produksi garam yang dihasilkan akan mengalami peningkatan
Tahapan teknologi geo membrane
1. Lahan yang mau digunakan harus di rubah tata letaknya yaitu dari lahan tradisional menjadi semi intensif perubahan tata letak ini dimaksudkan untuk meningkatkan hasil produksi, dimana pada lahan semi intensif terdiri dari beberapa petakan 
a. Kolam penampung air muda 
b. 2 buah kolam peminihan 
c. Kolam ulir
d. Kolam penampung air tua
e. Meja kristalisasi
Dari perubahan lahan tersebut akan dapat meningkatan produksi yang sangat nyata yaitu mencapai 40% hingga 60% hal ini disebabkan dari perbandingan luas lahan dimana 35 % luas lahan digunakan untuk kolam penampung air tua, kolam peminihan, kolam ulir dan kolam penampung air tua, sedangkan 65 % digunakan untuk meja kristal, selain produksi meningkat keuntungan yang lain dari sistim semi intensif ini adalah masa produksi yang lebih cepat dimana dalam waktu 14 hari akan cepat didapat air tua sedangkan pada lahan tradisional untuk mendapatkan air tua sampai 30 hari.
b. Melapisi meja kristalisasi dengan terpal plastik 
Untuk meningkatkan mutu garam rakyat yang saat ini menjadi tuntutan pasar maka petani garam harus mau menambah sarana yang ada. Karena saat ini produksi garam rakyat dinilai kurang memenuhi syarat SNI, yakni nilai NaCl yang rendah, warna buram kecoklatan dan rapuh. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan yang ada maka saat ini dikembangkan teknologi geo membrane. Didalam teknologi geo membrane seluruh meja kristalisasi dilapisi terpal plastik hal ini untuk menjamin terhadap kebersihan produksi garam.
Dengan teknologi geo membrane pembudidaya garam rakyat selama musim garam dapat memanen garamnya secara terus menerus, tidak perlu khawatir lagi terhadap kwalitas garam yang dihasilkan karena kristal – kristal garam tersebut tidak bersentuhan dengan tanah, sehingga akan didapat kristal garam yang putih, bersih dan berbobot. Selain pada meja kristalisasi yang dilapisi dengan terpal plastik juga pada saluran pemasukan air tua dari kolam penampung air tua ke meja kristalisasi perlu dilapisi terpal plastik, hal ini dimaksudkan untuk mencegah lumpur tanah yang ada pada saluran pemasukan jangan sampai terbawa masuk ke meja kristalisasi, pada saat  membagi masuknya air tua ke meja –meja kristalisasi.
c. Terpal Plastik yang di gunakan.
 Terpal plastik yang digunakan untuk geo membrane bisa menggunakan  nomor A 12 atau plastik HDPE dengan ketebalan 500 mikron, karena plastic ini mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, dimana dalam penggunaanya mampu bertahan sampai empat musim garam dengan perawatan yang baik. Di dalam perawatan plastic ini, apabila tidak musim garam harus di lepas dari meja kristalisasi kemudian dicuci dan digulung kembali terus disimpan dalam bak air, jangan disimpan pada tempat yang kering, karena kemungkinan akan dirusak oleh tikus.
d. Cara Pemasangan geo membrane
  • Ukur luasan plastik geo membrane yang akan di gunakan 
  • Buat galengan pada meja kristalisasi sesuai dengan luasan plastik geo membrane
  • Guluk atau padatkan meja kristalisasi agar permukaan meja kristalisasi rata.
  • Bentangkan plastik geo membran pada meja kristalisasi hingga menutupi seluruh permukaan galengan.
  • Kuatkan pada tepi plastik geo membrane dengan cara memberi pasak kayu pada bagian tepi plastik geo membrane.

SUMBER :
  1. Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu 2002. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Pusat Riset Wilayah Laut dan  Sumberdaya  Nonhayati. Proyek Riset Kelautan dan Perikanan .
  2. Pemberdayaan Garam Rakyat.2003. Direktorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan
  3. Buku Panduan Diklat Teknis Pemberdayaan Garam Rakyat 2010. Balai Diklat Perikanan Tegal.
  4. http://www.bppp-tegal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar