Selasa, 26 Februari 2019

BAGAIMANA KITA MENGENAL IKAN SEGAR ?


                                  Hasil gambar untuk ciri ikan segar

1.  Ciri-ciri ikan segar
Kesegaran ikan dapat diketahui dengan cara mengamati penampilan fisik, mata, insang, tekstur, dan baunya. Ketika masih segar, ikan tampak cemerlang, mengilap keperakan sesuai jenis. Lendir di permukaan tubuh tidak ada sampai tipis, bening, dan encer. Sisik tertanam kuat dan tidak mudah lepas, perut utuh, dan lubang anus tertutup. Matanya cembung, cerah, putih jernih, pupil hitam, tidak berdarah. Insangnya merah cerah tidak berlendir atau sedikit berlendir. Tekstur dagingnya pejal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih. Baunya segar atau agak amis.
Akan tetapi, begitu ikan mati mulai terjadi proses perusakan ikan. Yang pertama terjadi adalah autolisis yang disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim yang ada pada ikan. Enzim-enzim ini bekerja tidak terkendali sehingga terjadi perombakan dalam tubuh ikan, terutama proteinnya. Mutu ikan pun mulai turun. Penampilan ikan menjadi lebih suram, tidak cemerlang, sisik mudah lepas, mata kemerahan, cokelat atau buram. Dari proses ini dihasilkan senyawa-senyawa sederhana yang disukai bakteri.

2.  Proses perusakan pada ikan
Proses perusakan akibat aksi enzim ini berlangsung terus sampai bakteri tumbuh dan mengambil alih proses kerusakan. Insang pun menjadi kecokelatan atau kepucatan, berlendir tebal. Daging lembek mudah terurai, jika ditekan sulit pulih kembali bekasnya. Bau makin amis lalu menjadi tidak sedap dan busuk, terutama pada insang dan perut. Ikan pun akhirnya busuk.
Berbeda dengan daging yang masih bagus meskipun sudah 7 - 12 jam setelah hewan dipotong, proses perusakan pada ikan berlangsung jauh lebih cepat. Oleh karena itu, proses penurunan mutu kesegaran ikan ini harus dihambat. Penghambatan ini harus dilakukan sejak awal, yaitu sejak ikan ditangkap, didaratkan, selama transportasi hingga pengolahan. Pengesan merupakan cara paling sederhana untuk menghambat penurunan mutu ikan tanpa banyak menyebabkan perubahan sehingga sifat ikan segar masih ada.
Begitu sampai di tempat pengolahan, ikan harus segera ditangani dengan baik. Ikan disortasi menurut jenis, mutu, dan ukurannya. Ikan yang pecah perut, pecah, atau patah (rusak fisik)  dipisahkan.  Sambil disortasi,  ikan disiangi  dengan cara dipotong kepala dan dibuang isi perutnya.

3.  Penyimpanan ikan segar
Jika Karena sesuatu hal proses pengolahan bakso belum dapat dilakukan, atau ikan digunakan sebagai cadangan, maka ikan terpaksa disimpan dulu sampai tiba saatnya diolah. Untuk penyimpanan jangka panjang, mungkin pembekuan lebih cocok, tetapi untuk penyimpanan jangka pendek cukup dengan dies di dalam peti insulasi. Ikan disortasi, disiangi, dan dicuci bersih kemudian disusun berlapis-lapis berselang-seling antara ikan dan es.
Ke dalam peti insulasi dihamparkan hancuran es 5 - 10 cm lalu ikan disusun berlapis-lapis berselang-seling dengan hancuran es sampai peti insulasi penuh. Di bagian paling atas ditimbun hancuran es agak lebih tebal dan peti ditutup. Perbandingan esrikan sebanyak 1:1 hingga 1:3. Dengan cara seperti ini suhu ikan dapat dipertahankan rendah (sekitar 0°C) dan kesegaran ikan dapat dipertahankan hingga beberapa hari.
Jika akan digunakan, peti insulasi dibongkar dan ikan dikeluarkan hati-hati. Ikan yang baru dikeluarkan dari peti dibersihkan, dagingnya diarnbil dengan cara difilet.

Untuk membuat bakso dari daging ikan hiu atau ikan pari diperlukan perlakuan khusus untuk mengurangi bau pesingnya. Di Indonesia, kedua jenis ikan ini biasa diasin atau diasap secara tradisional dalam jumlah dan pada lingkungan yang terbatas. Sudah terbukti pula bahwa daging kedua jenis ikan ini dapat diolah menjadi bakso yang lezat.  Sebagai bahan pembuat bakso, penggunaan daging ikan hiu atau ikan pari dapat dicampurkan dengan daging ikan lain (kakap, tenggiri, tawes, atau daging lain) atau tanpa campuran. Dengan penanganan yang baik, rasa maupun bau pesing pada bakso hiu atau bakso pari tidak terasa lagi.

1.   Penyebab bau pesing
Rasa dan bau pesing yang menjadi ciri daging ikan hiu dan pari disebabkan oleh tingginya kandungan senyawa urea di dalam darah. Sebenarnya, adanya urea dalam darah ikan laut bukan hal yang aneh karena semua ikan laut memproduksi urea di dalam darah dan cairan tubuh. Bedanya, ikan laut mampu mengeluarkan urea dari dalam tubuh, tetapi ikan hiu dan pari tidak memiliki kemampuan tersebut. Akibatnya, urea terpaksa ditimbun di dalam darah. Begitu ikan mati, urea dalam darah diubah oleh bakteri menjadi amoniak. Amoniak inilah yang berbau pesing dan bahkan berbahaya bagi kesehatan.
Kandungan urea pada setiap jenis hiu atau pari tidak sama sehingga bau dan rasa pesingnya pun tidak sama. Ada yang sangat pesing dan ada yang kurang pesing. Hiu macan (Galeocerdo cuvier) misalnya, mengandung urea sekitar 1.990 mg %, sedangkan hiu martil (Sphyma zygaena) 2.330 mg %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghilangkan urea beberapa jenis hiu atau pari memerlukan perlakuan lebih banyak daripada jenis lain.

2.  Cara mengurangi bau pesing pada daging ikan hiu dan ikan pari
Kandungan urea pada daging ikan hiu atau ikan pari memang mustahil dihilangkan. Namun, jika kandungan urea tersebut dikurangi sebanyak mungkin, rasa pesing dan bahayanya lebih kecil.
Pengurangan bau dan rasa pesing juga dapat dilakukan dengan penanganan yang baik dan benar, pengurangan kandungan urea secara efektif, atau penggunaan suhu rendah yang tepat dan cocok. Pembuangan darah dan pencucian daging dalam air tawar atau larutan garam atau larutan asam dapat mereduksi kandungan urea dalam jumlah besar. Kalau kandungan urea dalam daging sudah di bawah 1.200 mg %, bau pesing sudah tidak terasa lagi. Jika digarami, digoreng, atau ditambah bumbu yang mampu mengalahkan bau pesing, ikan dengan kandungan urea 1.400 mg % pun sudah tidak terasa bau pesingnya.


3.  Pembuangan darah dan penanganan di atas kapal
Salah satu cara untuk mengurangi bau pesing pada daging ikan adalah dengan penanganan yang baik dan benar yang diterapkan sejak ikan ditangkap. Penghilangan darah juga banyak mengurangi kandungan urea. Pembuangan darah hendaknya dilakukan selagi ikan masih hidup. Jika darah tidak segera dibuang, selain kandungan ureanya tinggi juga mempengaruhi warna daging. Terlebih jika setelah ditangkap ikan ditangani secara kasar sehingga memar atau terjadi pembekuan darah pada daging.
Cara pembuangan darah akan menentukan banyaknya darah yang dapat dikeluarkan. Jika pisau ditusukkan langsung ke jantung ikan hiu maka darah yang keluar hanya 2 % saja. Kalau yang dipotong saluran darah di dekat tulang pektoral maka darah yang keluar 2 - 2,5 %. Cara yang paling baik adalah dengan memotong pangkal ekor (sirip kaudal). Ketika bagian ini dipotong, jantung hiu masih berdenyut dan darah terpompa ke luar hingga 5 – 6 %. Jika ikan hiu cukup besar, kepala dipotong lalu isi perut diambil dan air dipompakan kuat-kuat melalui saluran darah utama agar darahnya tercuci. Setelah darah dibuang, ikan segera dies (0°C) atau dibekukan (-40°C) sehingga proses pembusukan terhambat. Jangan membiarkan hiu mati terlalu lama dalam air atau tergeletaktanpa terurus. Setelah mati, hiu harus segera dies sehingga kerusakan daging akibat aktivitas bakteri terhambat dan amoniak yang dikandungnya rendah.

4.  Pencucian urea daging
Selain pembuangan darah, urea dalam daging ikan juga dapat dikurangi dengan pencucian, perendaman dalam air, atau dalam larutan garam atau larutan asam. Dengan pemanasan pun urea dapat berkurang, tetapi cara ini biasanya kurang efektif.
Sebelum penghilangan bau pesing, daging diambil lalu dipotong menjadi filet yang lebamya 5 - 10 cm, panjang 10 cm, dan tebal 5 cm, atau lebih kecil lagi. Dengan potongan kecil ini urea akan lebih banyak kontak dengan larutan pencuci sehingga lebih mudah dan lebih banyak urea yang dapat dihilangkan.
Filet direndam air tawar sambil dicuci dan digosok-gosok lalu dibiarkan terendam di dalam air beberapa jam. Secara periodik, air diganti. Demikian seterusnya sampai bau pesing daging tidak terasa. Jika direndam dalam air selama 8 jam, kandungan ureanya turun 40 %. Makin kecil ukuran filet, makinbanyak urea yang dapat dibuang. Filet 50 - 70 g yang direndam selama 1 - 2 jam, kandungan ureanya tinggal 1.000 - 1.200 mg %. Jika dicacah halus, perendaman selama 20 - 25 menit maka urea di dalam daging ikan tinggal 400 - 600 mg %. Jika setelah direndam lalu dipres, urea di dalam daging tinggal 300 - 350 mg %.
Jika menggunakan larutan garam, filet dicuci larutan garam dapur 5% dan direndam beberapa saat. Pencucian dan perendaman ini dilakukan berulang kali sampai bau pesing hilang. Jika digunakan larutan asam, filet direndam dalam larutan asam laktat 1,5% atau asam sitrat 1,5% atau larutan vinegar lalu dicuci bersih dengan air tawar atau larutan qaram.

Sumber :
https://cocoper6-cocoper6.blogspot.com/2011/01/ciri-ciri-ikan-yang-segar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar