Usaha budidaya ikan pada
dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun
ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau, dan
laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan semakin beragam
jenisnya.
Salah satu faktor pendukung
dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah ketersediaan pakan, dimana
penyediaan pakan merupakan faktor penting di samping penyediaan induk.
Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil
persentase larva yang mati. Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua
jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang
sudah tersedia di alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diramu dari
beberapa macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan
yang dikehendaki.
Sasaran utama untuk
memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami
mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang
kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang
tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut
larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk
mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu
yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk
memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan
melakukan kultur fitoplankton.
Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Salah
satu jenis pakan alami yang dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pakan
budidaya yaitu fitoplankton jenis Tetraselmis chuii.Beberapa kelebihan yang
dimiliki oleh Tetraselmis chuii antara lain ketersediaannya secara alami di
alam dan memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki
pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan atau udang untuk
memangsanya. Penyediaan T. chuii secara terus menerus sangat sukar jika hanya
mengumpulkan dari alam. Untuk itu produksi masal pakan alami ini harus
dilakukan secara baik dengan tanpa mengesampingkan faktor pendukung seperti
nutrien dan cahaya. Faktor pendukung berupa nutrien secara alami sudah
terpenuhi oleh air laut berupa klorida, natrium, sulfat, magnesium, kalsium,
kalium, potassium, bonat, bromide, asam borat, stronsium dan flor. Namun
pertumbuhan mikroalga dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencampurkan
air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut.
Tetraselmis chuii
merupakan mikroalga yang dikenal dengan istilah flagellata berklorofil. Klasifikasi
T. chuii sebagai berikut:
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Sub ordo :
Chlamidomonacea
Genus : Tetraselmis
Spesies : Tetraselmis
chuii
T. chuii merupakan alga
bersel tunggal, mempunyai empat buah flagel berwarna hijau (green flagella).
Flagella pada T. chuii dapat bergerak secara lincah dan cepat seperti hewan
bersel tunggal. Ukuran T. chuii berkisar antara tujuh hingga 12 mikron.
Klorofil merupakan pigmen yang dominan sehingga alga ini berwarna hijau,
dipenuhi plastida kloroplas Pigmen klorofil T. chuii terdiri dari dua macam
yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding
sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa .
T. chuii tumbuh dengan
kondisi salinitas optimal antara 25 sampai dengan 35 ppm (25 x106 sampai dengan
35 x106 ppt ) (Fabregas et al. dalam Wibawa, 2009). Menurut Griffith et al.
(dalam Wibawa, 2009) T. chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15-350C,
sedangkan suhu optimal berkisar antara 23-250C. T. chuii memiliki toleransi
salinitas 15 ppt, sedangkan kisaran suhunya 15-360C.. Bagan reproduksi T. chuii
secara aseksual: dimulai dari sel vegetatif, kemudian membentuk 4 buah
zoospora. Ketika keempat zoospora telah terbentuk maka akan berlanjut pada
penentuan letak gamet. Setelah letak gamet ditentukan maka unit- unit gamet
mengalami pembelahan. Kemudian unit- unit gamet tersebut berkembang menjadi
zygospora. Sedangkan reproduksi secara seksual atau yang biasa dikenal dengan
istilah isogami diawali dari terjadinya fusi antara gamet jantan dan gamet
betina, kemudian kloroplas bersatu. Setelah kloroplas bersatu maka akan
terbentuk zygot baru
T. chuii memiliki laju
pertumbuhan dan adaptasi terhadap lingkungan yang relatif cepat. Pola
pertumbuhannya juga memiliki dua puncak populasi yaitu pada hari ke enam dan
pada hari ke sepuluh. T. chuii juga sensitif terhadap kepadatan sel yang
tinggi, sehingga ketika dalam satu populasi sudah mencapai optimum maka
penurunan jumlah kepadatan sel pada populasi tersebut akan cepat mengalami
penurunan yang diakibatkan oleh beberapa hal yakni T. chuii cukup sensitif
dengan bioproduknya sendiri atau kandungan nutriennya habis terserap. Sebab
lain dari kematian T. chuii kemungkinan karena kultur T. chuii mudah
terkontaminasi oleh alga lain. Dalam bidang budidaya dan perikanan T. chuii
memiliki peran yang besar dalam hal penyediaan pakan untuk larva ikan maupun
non ikan. Hal tersebut dikarenakan T. chuii memiliki nilai gizi yang baik .T.
chuii mengandung protein cukup tinggi yaitu 48,42 % dan lemak 9,70 %. T. chuii
dapat digunakan untuk memproduksi pakan rotifer (Brachionus plicatilis) secara
masal, ataupun dapat juga dikonsumsi secara langsung oleh larva ikan hias,
larva udang, larva teripang, dan cukup bagus digunakan sebagai pakan dalam
budidaya biomassa Artemia. T. chuii mampu meningkatkan kandungan lemak tak
jenuh pada konsumennya, misal dalam hal ini adalah kerang totok .
Selain dalam bidang
budidaya dan perikanan T. chuii juga memiliki peranan terhadap manusia. Hal
tersebut ditunjukkan dengan kemampuan T. chuii untuk dijadikan bio-indikator
dalam penentuan kualitas suatu perairan . Sehingga dengan demikian manusia
mampu lebih bijaksana dalam menjaga ataupun memanfaatkan perairan tersebut.
Laju Pertumbuhan
Tetraselmis chuii
Laju pertumbuhan adalah
pertambahan jumlah sel dalam periode tertentu. Pertumbuhan ditandai dengan 7
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat
ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan T. chuii
dalam kultur pakan alami.
Ada empat fase
pertumbuhan yaitu:
1. Fase Istirahat Sesaat
setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur, populasi tidak mengalami
perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis
T. chuii sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organisme
mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan
sel belum meningkat. Umumnya terjadi pada hari pertama dan kedua kultur.
2. Fase Logaritmik atau
Eksponensial Fase ini diawali dari pembelahan sel dengan laju pertumbuhan
tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini
mencapai maksimal. Umumnya terjadi pada hari ketiga hingga hari ketujuh.
3. Fase Penurunan
kecepatan tumbuh Fase ini merupakan fase pada hari ketujuh yang menunjukkan kecepatan
pertumbuhan sel yang mulai lambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai
membatasi pertumbuhan.
4. Fase Stasioner Pada
fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan fase logaritmik.
Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian, dengan demikian
penambahan dan pengurangan jumlah sel relatif sama atau seimbang sehingga
kepadatan sel tetap. Fase ini terjadi pada hari ketujuh hingga hari ke sepuluh.
5. Fase Kematian Pada
fase ini laju kematian lebih cepat dari pada laju reproduksi. Jumlah menurun
secara geometrik. Penurunan kepadatan sel ditandai dengan perubahan kondisi
optimum yang dipengaruhi oleh temperatur, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada,
dan beberapa kondisi lingkungan yang lain yang dimulai pada hari kesepuluh.
Sumber :
1.
Isnansetyo,
A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.
Kanisius. Yogjakarta
2.
Wibawa,
M. A. 2009. Biologi Tetraselmis sp. [online] http:// zonaikan. wordpress. Com
/2009/12/22/biologi-tetraselmis-sp/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar