Senin, 13 Mei 2019

KONSERVASI PENYU


                                   Hasil gambar untuk persebaran penyu di indonesia

Keanekaragaman habitat perairan taut Indonesia (yang memiliki pesisir sepanjang 81.000 km, terdiri dari 17.508 pulau) telah menjadi tempat hidup 6 dari 7 spesies penyu yang ada di dunia. Dari ke enam species tersebut, 5 di antaranya adalah penghuni tetap, membentuk kelompok populasi tersendiri di perairan kita yaitu penyu hijau/ green turtle, Chelonia mydas, penyu sisik/hawksbill turtle, Eretmochelys imbricata, penyu belimbing/leatherback turtle, Dermochelys cariacea, penyu lekang/olive ridley turtle, Lepidochelys olivacea, dan penyu tempayan/loggerhead turtle, Caretta caretta. Sedangkan penyu pipih/flatback turtle, Natator depressa diduga berada di perairan Indonesia, terutama sekitar perairan Timor dan Laut Arafuru. Penyu Pipih melakukan aktivitas bertelur di pantai-pantai eksklusif di Australia Barat.
Aktivitas pemanfaatan penyu laut di Indonesia merupakan sejarah yang cukup panjang. Sejak jaman dulu penyu telah diburu oleh masyarakat nelayan untuk dimanfaatkan daging dan telurnya. Aktivitas tersebut dikatakan subsistem dalam upaya mendapat sumber protein altematif oleh masyarakat pesisir.
Peningkatan intensitas aktifitas perburuan, pembantaian dan pemanfaatan penyu berlangsung sejalan dengan pengaruh teknologi baru. Aktivitas tersebut mulai bersifat komersial setelah Perang Dunia II berakhir, bersamaan dengan pengenalan masyarakat nelayan pada perahu motor dan teknik-teknik baru dalam penangkapan ikan. Dampak aktivitas tersebut semakin meningkat bersamaan dengan kemajuan teknologi, peningkatan jumlah penduduk, serta peningkatan ragam dan mutu kebutuhan. Hal ini terjadi karena terdorong oleh usaha memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kemudian berkembang menjadi suatu kegiatan usaha yang bersifat komersial.
Pemanfaatan penyu secara komersial dapat dikatakan bersifat menular di kalangan nelayan di penjuru kepulauan Indonesia. Penting untuk ditekankan bahwa semua spesies penyu di Indonesia berada dalam kondisi tereksploitasi berat, dengan derajat berbeda-beda pada siklus hidup tiap-tiap spesies. Meskipun telah berstatus dilindungi, pemanfaatan daging penyu hijau untuk konsumsi restoran maupun penduduk masih terus berlangsung.
Karapas penyu dan sisiknya atau untuk diawetkan (stuffed) serta pengambilan telur masih umum terjadi. Sementara itu karapase dan sisiknya diambil untuk offsetan (stuffed).

A.  Deskripsi Penyu
Penyu adalah kura-kura laut yang ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145 - 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Pada masa itu Archelon, yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini.
Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58 - 73 hari.
Penyu merupakan salah satu hewan purba yang masih hidup sampai sekarang. Ilmuwan memprediksi, penyu seusia dengan dinosaurus, dan telah ada sejak zaman Jura (145 – 208 juta tahun yang lalu).
Penyu adalah satwa migran, seringkali bermigrasi dalam jarak ribuan kilometer antara daerah tempat makan dan tempat bertelur. Penyu menghabiskan waktunya di laut tapi induknya akan menuju ke daratan ketika waktunya bertelur. Induk penyu bertelur dalam siklus 2-4 tahun sekali, yang akan datang ke pantai 4-7 kali untuk meletakan ratusan butir telurnya di dalam pasir yang digali. Untuk pengamatan penyu bertelur ada aturannya (panduan pengamatan penyu).

B.  Klasifikasi dan Identifikasi Penyu
Di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 diantaranya terdapat di Indonesia. Jenis penyu yang ada di Indonesia adalah Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta). Penyu belimbing adalah penyu yang terbesar dengan ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600 - 900 kilogram. Sedangkan penyu terkecil adalah penyu lekang, dengan bobot sekitar 50 kilogram. 
    
Penangkapan dan Perdagangan Penyu Secara tidak sah (ilegal)
Adanya kegiatan penangkapan penyu di alam sulit dilakukan pengontrolan. Hal ini karena pada umumnya daerah penangkapannya terletak di kawasan perairan yang terpencil sehingga sulit untuk dijangkau, serta kurangnya sarana dan prasarana pengawasan yang memadai. Di samping itu tingginya harga jual penyu mendorong berbagai pihak untuk menangkap dan memperdagangkan penyu di berbagai daerah. Hal yang sangat memprihatinkan adalah penangkapan terhadap penyu betina maupun jantan yang dilakukan di perairan sekitar pantai peneluran, mengakibatkan penyu semakin cepat akan menuju kepunahan, karena penyu-penyu tersebut adalah penyu-penyu yang produktif. Tujuan yang ada di balik perdagangan penyu, antara lain dimanfaatkan dagingnya untuk santapan lezat, ataupun diambil karapasnya untuk dijadikan berbagai jenis suvenir dan lemaknya untuk bahan kosmetik. Apabila kegiatan penangkapan penyu yang tidak mengindahkan kelestarian masih berlangsung terus menerus, dikhawatirkan akan menimbulkan kelangkaan jenis yang pada gilirannya nanti akan menyebabkan punahnya jenis-jenis penyu tersebut.
Pemanfaatan Telur Penyu
Beberapa daerah peneluran penyu yang potensial, telah banyak yang dikontrakkan oleh Pemerintah Daerah kepada pihak swasta, seperti Pantai Pengumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat; Kabupaten Berau, Kalimatan Timur, dan Kepulauan Riau. Walaupun dalam Peraturan Daerah sudah dicantumkan ketentuan ketentuan untuk menetaskan telur sebagai upaya pelestarian (restocking), dan penutupan masa pengambilan telur pada waktu-waktu tertentu atau sasi (cose season), namun dalam kenyataannya para pengontrak masih banyak pengumpulan telur penyu secara tidak sah, yang dapat mengakibatkan terancamnya populasi penyu di alam.
Gangguan Habitat Penyu
Habitat pakan merupakan lingkungan di mana dapat di temukan penyu dari berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Habitat pakan bersifat khas untuk tiap-tiap spesies, tergantung jenis makanan spesies penyu tersebut. Penyu hijau yang bersifat herbivor mempunyai habitat pakan berupa perairan dangkal yang kaya lamun dari jenis tertentu dan juga algae (rumput laut). Sementara penyu sisik yang carnivor umumnya berupa lingkungan perairan karang yang kaya akan sponge, sedangkan penyu belimbing makanannya adalah ubur-ubur/jelly fish
Menurunnya populasi penyu di alam selain diakibatkan oleh terjadinya tingkat pemanfaatan yang karang terkendali dan bertentangan dengan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang terperbaharukan. Pertentangan ini antara lain: penangkapan dan pembantaian secara berlebihan dengan menggunakan alat-alat tombak, panah, dan faring. Di samping itu adanya gangguan terhadap terumbu karang dan padang lamun sebagai habitat penyu, wilayah pesisir dengan hutan pantainya sebagai tempat bertelur, dan adanya berbagai kegiatan pembangunan yang dapat menurunkan daya dukung lingkungan, misalnya: pembangunan hotel-hotel, tambak, pelabuhan, pengerukan, pabrik-pabrik dan penambangan serta pengeboran minyak di daerah lepas pantai.
Sifat khas wilayah pesisir yang mempunyai banyak kegunaan (multiple use) masih menimbulkan pertentangan kepentingan antar berbagai instansi, khususnya dalam pengembangan wilayah pesisir dan pantai seperti kegiatan reklamasi, diperlukan adanya koordinasi antar instansi terkait.

C.  Regulasi Perlindungan Penyu
Semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati mauoun bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), semua jenis penyu laut telah dimasukan dalam appendix I yang artinya perdagangan internasional penyu untuk tujuan komersil juga dilarang. Badan Konservasi dunia IUCN memasukan penyu sisik ke dalam daftar spesies yang sangat terancam punah. Sedangkan penyu hijau , penyu lekang, dan penyu tempayan digolongkan sebagai terancam punah.
Ancaman terhadap penyu adalah perdagangan baik dalam bentuk daging, telur ataupun bagian tubuhnya. Penyu yang sering diperdagangkan dagingnya adalah jenis penyu hijau. Perdagangan daging penyu ini masih terjadi di Pulau Bali. Sedangkan jenis penyu yang sering diambil karapas sisiknya untuk dibuat cinderamata adalah penyu sisik. Pencemaran laut oleh minyak dan sampah plastik juga menjadi ancaman bagi kelestarian penyu.
Kementerian dalam negeri memerintahkan pemerintah daerah untuk melaliukanlangkah-langkah perlindungan penyu dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 523.3/5228/SJ/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pengelolaan Ppenyu dan Habitatnya, yang menginstruksikan kepada para Gubernur untuk selanjutnya mengkoordinasikan kepada para Bupati dan Walikota serta intansi terkait di wilayahnya untuk melindungi penyu melalui tindakan pencegahan, pengawasan, penegakkan hukum dan penindakan serta mensosialisasikan peraturan perundangan terkait, sekaligus pembinaan dalam rangka penyadaran masyarakat guna melindungi penyu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka melakukan penertiban terhadap pemanfaatan penyu dan turunannya juga menerbitkan Surat Edaran No. SE 526 tahun 2015 tentang PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PENYU, TELUR, BAGIAN TUBUH, DAN/ATAU PRODUK TURUNANNYA. 
  
Sumber :
http://www.menlh.go.id/pengelolaan-penyu-di-indonesia/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar