Rabu, 26 Juni 2019

ALAT TANGKAP IKAN JERMAL

        Hasil gambar untuk alat tangkap jermal

Banyak alat penangkap ikan dibuat/diciptakan dengan maksud (tujuan) dapat digukan secara efektif, efesien terhadap sasaran yang akan ditangkap agar memperoleh hasil semaksimal mungkin. Untuk itu diperlukan pengetahuan baik mengenai bahan-bahan (materil) untuk membuat alat tangkap tersebut.
Dewasa ini telah banyak alat tangkap yang dibuat dari bahan-bahan sintetis yang dinilai baik, kuat dan tahan lama dan mudah pemeliharaannya misalnya untuk jarring, adalah: nilon, polyethelen, benang plastik (monofilament) dan lain-lainnya, sedang untuk pelampung digunakan bahan dari busa sintetis, perca-perca dalam pembuatan sandal, bola gelas, cycolex
Salah satu alat tersebut adalah jermal.

Definisi dan Klasifikasi
    Jermal adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal, dan rumah jermal. Jermal disebut sebagai stow net, yaitu tipe jaring berbentuk kantongyang dipasang dengan bukaan mulut menghadap arus pasang surut, bersifat pasif dan menetappada daerah penangkapan tertentu . Jermal diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang .
Jermal ini  terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasanag semi permanen menentang arus (biasanya arus pasang surut). Alat tangkap ini biasanya digunakan untuk memanfaatkan ikan-ikan yang mengikuti arus. Alat tangkap ini sangat sederhana, di mana pada daerah penangkapan yang cocok alat tersebut dipasang. Lama pemasangannya sengat relatif, jika sudah banyak ikan yang masuk kedalam jaring, dikeluarkan hasil tangkapannya. Untuk memudahkan pengoperasiannya, pada daerah penangkapan biasanya dibuat bangunan untuk menunggu dan memantau hasil tangkapan

Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
   Jermal memiliki bagian-bagian yang terdiri dari jajaran tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal, dan rumah jermal.Jajaran tiang pancang biasanya terbuat dari bahan kayu nibung, kayu pohon bakau,atau pun kayu tengar. Ukuran panjang tiang pancang umumnya antara 12-15 m dan berdiameter 10-20 cm.
   Jaring jermal terdiri dari tiga bagian yaitu mulut, badan, dan kantong. Jaring jermal ini bentuknya bisa menyerupai tikar 9jermal biasa0, berbentuk kantong (bubu jermal atau jaring kantong jermal), berbentuk gabungan antara tikar dan kantong (kilung bagan atau ambai jermal). Jaring terbuat dari benang katun, kuralon, atau nilon halus. Jaring pada alat tangkap jermal terdiri dari dua lapisan, lapisan pertama ukuran mata jaringnya lebih besar dan diletakkan pada lapisan atas, sedangkan lapisan yang kedua ukuran mata jaringnya lebih kecil dan diletakkan pada lapisan terluar jaring jermal. Rumah jermal, merupakan (flatform) tempat kegiatan perikanan jermal dilakukan, dan tempat tinggal pekerja-pekerja jermal.
   Parameter utama dari jermal adalah ukuran tiang-tiang pancang atau tiang penghadang. Selain itu bukaan mulut jaring jermal juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam usaha penangkapan tersebut. 

Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
1. Kapal
      Pengoperasian alat tangkap jermal tidak memerlukan kapal. Kapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan untuk menuju daerah penangkapan dan sebagai pengangkut hasil tangkapan.
2. Nelayan
      Pengoperasian alat tangkap jermal setidaknya membutuhkan pekerja-pekerja jermal yang umumnya terdiri dari 6-8 orang yang bertugas untuk menekan galah yang terdapat pada kanan atau kiri mulut jaring ke bawah sampai di dasar sehingga mulut kantong jaringvterbuka secara sempurna dan mengambil hasil tangkapan
3. Alat Bantu
    Alat bantu pada pengoperasian jermal yaitu serok atau scoop net yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan yang ada di dalam jaring . Selain itu, terdapat galah pengangkat untuk membantu proses pengangkatan bagian tengah kantong jermal ketika akan mengambil hasil tangkapan.
4. Umpan
     Pengoperasian alat tangkap jermal tidak memerlukan umpan karena alat tangkap tersebut hanya mengandalkan arus dari perairan temapt alat tangkap tersebut dioperasikan. Kami tidak menemukan sumber pustaka yang mencantumkan alat tangkap jermal memerlukan umpan dalam pengoperasiannya.

Metode Pengoperasian Alat
   Nelayan melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke lokasi penangkapan ikan. Persiapan tersebut meliputi persiapan perbekalan, bahan bakar untuk mesin kapal sebagai alat transportasi untuk menuju lokasi penangkapa, dan minyak tanah untuk lampu petromaks dan untuk merebus ikan.
Adapun tahapan dalam pengoperasian jermal ada empat tahap, yaitu sebagai berikut.Penurunan jermal (setting). Adapun urutan penurunan aklat tangkap jermal adalah melepas penahan penggulungyang ada di bagian depan, kemudian menurunkan kedua sisi mulut jaring bagian depan sebelah kanan dan kiri dengan bantuan tiang penekan sampai menjejak dasar perairan, lalu mengikat kedua tiang penekan pada tiang utama rumah induk jermal, menurunkan jaring bagian tengah hingga bagian belakang sampai badan jaring masuk ke dalam air tetapi tidak sampai ke dasar perairan dan menurunkan sebagian kecil jaring belakang yang terdiri dari dua lembar saringan yang berfungsi sebagai tempat menampung hasil tangkapan.
   Tahap selanjutnya yaitu perendaman (soaking). Lama perendaman jermal adalah 20-30 menit. Selama menunggu perendaman, nelayan dalam pondok jermal mengamati apakah sudah ada ikan atau udang yang terkumpul. Lalu proses selanjutnya yaitu pengangkatan jermal (hauling). Proses pengangkatan jermal meliputi melepaskan ikatab tiang penekan bagian depan, lalu digulung kembali dengan menggunakan penggulung, kemudian penggulung ditahan hingga tidak berputar lagi dan dapat menahan jaring yang sudah tergantung dan jaring bagian tengah dan belakang dinaikkan menggunakan penggulung sampai menyentuh pelataran, kemudian penggulung ditahan agar tidak berputar dan dan dapat menahan bagian jaring yang sudah menggantung.
   Proses yang terakhir yaitu pengambilan hasil tangkapan. Hasil tangkapan dapat diambil dengan menutup mulut jaring. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat bibir bawah sehingga menyatu dengan bibir atas, kemudian diikuti dengan mengangkat bagian kantong melalui katrol-katrol. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan membuka ikatan tali pada ujung belakang kantong.

Daerah Pengoperasian
    Pengoperasian alat tangkap jermal biasanya dioperasikan pada perairan yang jaraknya sekitar 3-6 mil dari pantai.Daerah penangkapan jermal ialah daerah-daerah pantai dan daerah teluk, daerah dimana ikan-ikan bermigrasi kedaerah tersebut. Fishing ground harus terlindung dari angin yang kuat, karena akibat hembusan angin akan menimbukan gelombang yang akan mempersulit kerja nelayan. Selain itu dasar permukaan tempat pengoperasian alat tangkap jermal harus berupa pasir atau lumpur agar tiang-tiang pancang dapat berdiri kokoh dan memudahkan nelayan untuk memasang alat tangkap tersebut .
    Daerah distribusi jermal terutama terdapat di Panipahan, Bagan Siapi-api, Pulau Merbau, imigrasi hilir di Riau, Tanjung Tiram, Sumatra Utara, Tanjung Ledong, Sei Brombang, Labuhan Bilib, Bagan Asahan, Pangkalan Dedek, Pangkalan Brandan, Bandar Kalifah, Tanjung Biringin, Sialang Buah dan Belawan .

Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan dari pengoperasian alat tangkap jermal terutama jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, diantaranya yaitu biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasihmadu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Scinea spp), bawal putih (Pampus argentus), mata belo (Pellona spp), dan jenis-jenis udang. Selain itu ada hasil tangkapan sampingan dari alat tangkap jermal yaitu golok-golok, kakap (Later carcarifer), senangin (Polynemus spp), selanget (Dorosoma spp), dan beloso (Saudira spp) .

Sumber :
1.    Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
2.     


Senin, 24 Juni 2019

HAMA IKAN...APA SAJA ITU ?

                                 Hasil gambar untuk jenis" hama pada ikan


Serangan hama pada kegiatan budidaya ikan biasanya tidak separah serangan penyakit ikan, hama biasanya berukuran lebih besar dibandingkan ikan yang dibudidayakan. Hama adalah organisme yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan yang dibudidayakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hama dikelompokkan ke dalam 3 jenis yaitu : hama pemangsa (predator), hama penyaing (competitor) dan hama perusak/pengganggu.

1. Hama Pemangsa (Predator)
Hama pemangsa atau predator adalah organisme yang dapat memangsa ikan budidaya. Sebagai pemangsa, hama ini memangsa ikan sebagai makanannya, hama pemangsa dapat berupa ikan, katak, ular, biawak, burung dan beberapa jenis insekta. Hama ini juga cenderung buas dan mempunyai ukuran yang lebih besar daripada ikan yang dimangsa. Hama ini sangat merugikan petani ikan karena mampu menghabiskan sebagian besar ikan peliharaan. Pada saat dilakukan pemanenan total biasanya para petani kolam atau petambak sering mendapatkan sejumlah ikan predator sebagai pengganti ikan peliharaan yang mati dimangsa predator tersebut.
Selain ikan, hama predator yang sering dijumpai di kolam, tambak atau KJA adalah katak, ular, burung dan beberapa insekta. Burung umumnya memangsa ikan yang memiliki warna yang cerah. Kolam dan tambak yang jarang dikontrol sering mengalami serangan ular atau biawak, sedangkan kolam atau tambak yang selalu dikontrol kecil kemungkinan terjadi serangan ular.
Sedangkan beberapa jenis insekta yang merupakan jenis pemangsa ikan dan cukup berbahaya antara lain Notonecta spp, Cybister spp, Belostoma indicus dan kini-kini. Insecta dari jenis Notonecta spp merupakan insect berbahaya karena sering merusak telur maupun benih ikan dengan cara mengisap cairan isinya, hama ini agak sulit diberantas karena pada malam hari selalu terbang dari satu kolam ke kolam lainnya untuk mencari mangsa.
Hama berupa larva Cybister spp, memiliki rahang yang kuat untuk menjepit tubuh ikan yang masih kecil, dengan enzim yang terdapat pada rahangnya insekta ini melarutkan isi tubuh ikan mangsanya sehingga menjadi mudah dihisap.
Sedangkan hama dari jenis Belostoma indicusmerupakan organism yang buas yang memiliki tubuh relative besar yaitu sekitar 10 – 12 cm. insekta ini sering menyerang ikan – ikan kecil dan dengan alat yang dimilikinya, ia mengisap seluruh cairan tubuh mangsanya. Sama sepertiNotonecta spp insekta ini juga agak sulit dikendalikan karena pada malam hari selalu terbang dari satu kolam ke kolam lainnya atau dari satu tambak ke tambak lainnya untuk mencari mangsa.
Kini kini merupakan larva capung (Odonata)yang sering menyerang ikan-ikan kecil yang dipelihara di kolam atau di tambak. Larva capung ini biasanya akan tinggal pada tumbuh-tumbuhan air untuk menanti mangsanya yang akan diserangnya. Ikan yang diserang akan mati karena cairan tubuhnya habis diserap/dihisap oleh kini kini.

2. Hama Penyaing (Kompetitor)
Hama penyaing atau competitor adalah hewan yang masuk ke dalam wadah budidaya dan bersifat menyaingi kehidupan ikan yang dibudidayakan. Persaingan tersebut dapat terjadi dalam mendapatkan pakan, jika hama tersebut memakan jenis pakan yang merupakan pakan utama bagi ikan budidaya. Persaingan juga dapat terjadi dalam hal ruang gerak, jika hama yang yang ada mencapai populasi yang besar, contohnya adalah ikan nila dan ikan mujair, sebab ikan ini dikenal sebagai ikan “tukang kawin” sehingga populasinya bertambah sangat cepat. Bentuk kompetisi lain adalah dalam hal memperoleh oksigen, apalagi jika dalam wadah budidaya sangat padat , terutama pada malam hari pada saat kandungan oksigen menurun.
Pada system budidaya intensif, pengaruh penyaing terhadap hewan utama yang dipelihara sangat kecil atau tidak ada sama sekali , akan tetapi dalam system pemeliharaan ekstensif hal ini sering dijumpai. Beberapa diantara competitor ini ada yang mampu bertahan hidup dalam kondisi yang sangat ekstrim , misalnya ikan nila(Oreochromis niloticus), ikan mujair(Oreochromis mosambica), lele (Clarias bathrachus), ikan gabus (Ophicephalus striata)atau jenis ikan lainnya yang mempunyai labirin. Ikan lele dan gabus juga bersifat predator. Organism competitor dapat menyebabkan ikan utama terganggu pertumbuhannya, tetapi jika terjadi kompetisi yang hebat seringkali ikan utama tidak mampu bertahan dan akhirnya mati.

3. Hama Perusak Wadah Budidaya dan Hama pengganggu
Hama perusak sarana adalah organism yang dapat menimbulkan kerusakan sarana budidaya, seperti kepiting yang menggali pematang kolam atau tambak, belut juga mampu menggali pematang kolam atau tambak. Ikan – ikan buas yang dapat merobek keramba jaring apung di laut.
Selain hama – hama tersebut diatas manusia juga termasuk hama apalagi jika manusia tersebut “bermetamorfosis” menjadi pencuri, pencuri termasuk hama pengganggu dan mendatangkan banyak kerugian bagi petani kolam, KJA maupun bagi petambak, sehingga keberadaannya sangat tidak dibutuhkan.
Ketiga kelompok atau klasifikasi hama tersebut diatas selain sebagai predator, penyaing dan perusak juga dapat membawa organism penyakit seperti virus, bakteri, parasit atau jamur. Ikan opeliharaan yang terluka akibat terserang pemangsa mudah stress dan bagian yang memar akan mudah atau terluka merupakan media yang potensial terjadinya serangan penyakit infeksi (akan dipelajari selanjutnya).

Hama yang pada dasarnya sangat tidak dibutuhkan dalam kegiatan budidaya dapat timbul karena lingkungan yang mendukung, dalam artian kondisi lingkungan yang tidak bersih seperti banyak rumput atau tumbuh-tumbuhan air yang dapat menjadi tempat bersarang atau tempat berlindung bagi hama.
Yang kedua proses persiapan lahan yang tidak sempurna sebagai contoh, pengeringan yang tidak berlangsung secara sempurna mengakibatkan masih banyak bibit – bibit hama yang terdapat di dalam wadah budidaya. Proses pemberantasan hama secara mekanis/manual tidak dapat mematikan semua hama yang ada di dalam wadah budidaya.
Yang ketiga adalah pintu masuknya air/inlet tidak dipasangi saringan sehingga hama masih bisa masuk ke dalam wadah budidaya. Dan yang terakhir adalah kondisi kualitas air yang sangat buruk bagi ikan utama yang dibudidayakan dan hama masih mampu hidup dalam kondisi yang ekstrem sekalipun. Yang utama harus kita perhatikan dalam hal ini adalah menjaga kondisi lingkungan dan kualitas air agar tetap optimum bagi kehidupan ikan yang dibudidayakan.

Untuk menanggulangi serangan hama lebih ditekankan pada system pengendalian hama terpadu, yaitu pemberantasan hama yang berhasil tetapi tidak mengakibatkan kerusakan ekosistem, termasuk hewan yang dibudidayakan, hewan ternak, manusia dan musuh alami yang mengkonsumsinya (hama). Dengan kata lain apabila masih ada cara lain yang dapat dilakukan dan ternyata memberikan hasil yang baik maka tidak perlu menggunakan obat-obatan, apalagi obat – obatan yang sifatnya anorganik. Pemberian obat – obatan yang sering menimbulkan masalah baru yang merugikan, misalnya terhadap bakteri nitrifikasi, terhadap pertumbuhan pakan alami atau menyebabkan lahirnya generasi penyakit yang tahan terhadap obat – obatan yang diberikan.
Oleh karena itu umumnya penanggulangan hama dilakukan secara mekanis atau fisik atau manual. Sebaiknya proses pemberantasan hama secara mekanis dilakukan sebelum penebaran benih, cara ini merupakan tindakan preventif (pencegahan), cara pencegahan model ini lebih menguntungkan karena tidak menimbulkan dampak yang merugikan pada lingkungan, mudah dan murah pelaksanaannya, tidak berpengaruh buruk pada usaha budidaya dan memberikan pengaruh yang cukup lama.
Tindakan pencegahan seperti menyiapkan kondisi kolam/tambak yang sempurna dengan pengolahan tanah yang baik, pengeringan yang memenuhi syarat, pengapuran dengan dosis yang sesuai dengan pH dan sifat tanah, mempertinggi peranan dan fungsi saluran, pintu air dan alat penyaringnya dalam kolam/tambak, akan memberikan andil yang sangat besar dalam usaha penanggulangan hama.

Apabila upaya pengendalian hama diatas belum memberikan hasil yang baik maka dilakukan upaya penanggulangan dengan mempergunakan pestisida alami (pestisida organic) secara langsung, yang bahan bakunya mudah diperoleh di sekeliling kita dan mudah diperoleh. Penggunaan obat – obatan an organic tidak dianjurkan sebab selain harganya yang relative mahal, daya racunnya dapat bertahan lama. Sehingga dikhawatirkan akan masuk ke dalam tubuh ikan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pakan alami, sehingga dapat mengganggu konsumen (manusia) baik cepat maupun lambat. Berikut ini adalah jenis – jenis pestisida organic yaitu Akar tuba (rotenon), tembakau (nicotine), biji teh (saponin). Jenis-jenis pestisida anorganik yaitu brestan-60, Chemfish 5 EC, Sodium Pentachlorphenate (PCA-NA) dll.

Sumber :

MENGENAL KARTU KUSUKA


              Hasil gambar untuk kartu kusuka kkp
 PEMERINTAH pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka). Inovasi ini berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kusuka.
 Kusuka adalah identitas tunggal para pelaku usaha kelautan dan perikanan. Sementara pelaku usaha adalah setiap orang yang mengelola sebagian atau seluruh kegiatan usaha kelautan dan perikanan dari hulu sampai hilir.

Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan pelaku usaha, percepatan pelayanan, peningkatan kesejahteraan serta menciptakan efektivitas dan efisiensi program Pemerintah dan pendataan kepada pelaku usaha agar tepat sasaran, perlu melakukan identifikasi terhadap para pelaku usaha bidang kelautan dan perikanan dengan diterbitkannya Kartu KUSUKA. Dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 39/2017 sebagai landasan hukum pelaksanaan kegiatan Kartu KUSUKA baik di Pusat maupun di daerah. Sebelumnya KKP pernah menerbitan beberapa Kartu identitas profesi untuk masing-masing Pelaku Usaha berdasarkan Unit eselon I teknis.

Kartu KUSUKA berfungsi sebagai: Identitas profesi Pelaku Usaha di bidang Kelautan dan Perikanan; basis data untuk memudahkan perlindungan dan pemberdayaan, pelayanan, dan pembinaan kepada Pelaku Usaha di bidang Kelautan dan Perikanan; dan sarana untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Kementerian.
Ruang lingkup Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan yang berhak mendapatkan kartu KUSUKA berbentuk orang perseorangan atau korporasi yang meliputi:

1.    Nelayan terdiri atas Nelayan kecil, Nelayan tradisional, Nelayan buruh, dan Nelayan pemilik;
2.    Pembudi Daya Ikan terdiri dari Pembudi Daya Ikan kecil, penggarap lahan, dan pemilik lahan;
3.    Petambak Garam terdiri atas Petambak Garam kecil, penggarap tambak garam, dan pemilik tambak garam;
4.    Pengolah Ikan;
5.    Pemasar Perikanan; dan
6.    Penyedia Jasa Pengiriman Produk Kelautan dan Perikanan.

Kegiatan KUSUKA merupakan bagian dari Satu Data KKP sehingga menggunakan aplikasi satudata.kkp.go.id yang didalamnya ada modul pendaftaran KUSUKA perorangan dan koorporasi. Saat ini sudah 5.700-an Penyuluh Perikanan yang tersebar diseluruh Indonesia dengan dibantu 514 Dinas KP Kab/Kota dan 139 UPT KKP untuk memasukan usulan pendataan  kedalam modul KUSUKA. Setelah Pelaku Usaha didaftarkan KUSUKA akan melewati proses validasi data oleh Biro Perencanaan Sekjen KKP pada blok Umum (sesuai dengan lampiran KTP) dan blok khusus (sesuai dengan kelogisan data sarana prasarana yang digunakan). Setelah data melewati validasi dan dinyatakan valid, maka Pusdatin KKP akan mengajukan pencetakan kartu ke Bank yang telah melakukan perjanjian kerjasama agar Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan dapat mengakses ke perbankan dalam hal ini Bank Negara Indonesia (BNI) telah menyediakan layanan perbankan untuk pelaku usaha yang kartunya dicetakan BNI yaitu pembukaan rekening dengan saldo Rp. 0, biaya pemeliharaan kartu dan administrasi Rp. 0 alias gratis.

Adapun yang berhak memiki Kartu Kusuka adalah nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pemasaran ikan, pengolahan ikan serta pengusaha jasa pengiriman hasil perikanan.
"Dasar hukumnya pun cukup jelas yakni sesuai Permen-KP Nomor 39 tahun 2017 tentang kartu pelaku usaha kelautan dan perikanan. Kami dari TPL sudah turun ke lapangan untuk pendataan ini sekaligus sosialisasi apa itu Kusuka,"
Untuk nelayan yang belum mengerti apa itu Kartu Kusuka, pihaknya mengaku akan terus melakukan sosialisasi dengan cara door to door sekaligus pendataan.
Diketahui, adapun ruang lingkup Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan yang berhak mendapatkan Kartu Kusuka berbentuk orang, perseorangan atau korporasi.

Nelayan itu sendiri terdiri atas nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, dan nelayan pemilik. Sedangkan pembudi daya ikan terdiri dari pembudi daya ikan kecil, penggarap lahan, dan pemilik lahan.
Kemudian, petambak garam terdiri atas petambak garam kecil, penggarap tambak garam, dan pemilik tambak garam. Selanjutnya pengolah ikan, pemasar perikanan serta penyedia jasa pengiriman produk kelautan dan perikanan.

 Kusuka terintegrasi dengan semua kartu identitas pelaku usaha KP di KKP. Integrasi satu data stakeholder KKP yang dapat digunakan lintas eselon serta pemanfaatan data dengan kementerian/lembaga lain. Lalu sebagai perlindungan, yaitu prasyarat calon penerima bantuan premi asuransi nelayan (BPAN) dan asuransi lainnya seperti asuransi perikanan dan petambak garam.

Untuk pemberdayaan, prasyarat calon penerima BP dari unit eselon teknis penyalur bantuan san permohonan pengajuan kredit dari LPMUKP dan mitra LKB/LKBB penyalur kredit perikanan dan kelautan. Sementara sebagai bentuk pelayanan, Kusuka menjadi prasyarat pengajuan permohonan izin yang dikeluarkan oleh semua eselon teknis pengelola perizinan di KKP.
 Prasyarat pemberian sertifikat sebagai dokumen pendukung usaha KP yang dikeluarkan oleh unit teknis pengelola sertifikasi di lingkungan KKP. Juga prasyarat penggunaan layanan karantina KKP.

Untuk pembinaan, Kusuka sebagai prasyarat untuk mendapatkan program pelatihan di bidang KP dan prasyarat mendapatkan program penyuluhan KP. Sedangkan monitoring dan evaluasi, yaitu sarana pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program lingkup KKP dan lintas K/L.

 Pelaku usaha adalah setiap orang yang mengelola sebagian atau seluruh kegiatan usaha kelautan dan perikanan dari hulu sampai hilir.
 Pertama, nelayan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan yang terdiri atas nelayan kecil, tradisional, buruh dan pemilik yang meliputi nelayan, pemilik kapal perikanan, ABK kapal perikanan.
 Kedua, pembudi daya ikan adalah setiap orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan, baik di perairan air tawar, payau dan laut yang terdiri dari pembudi daya ikan kecil, penggarap lahan, dan pemilik lahan (tidak termasuk tenaga kerja).

Ketiga, petambak garam adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pergaraman (tambak maupun nontambak) yang terdiri atas petambak garam kecil, penggarap tambak garam, dan pemilik tambak garam (tidak termasuk tenaga kerja).

Keempat, pengolah ikan adalah setiap orang yang melakukan rangkaian kegiatan dan atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia yang meliputi UPI, UPPN, cold storage (tidak termasuk tenaga kerja).
Kelima, pemasar perikanan adalah setiap orang yang melakukan kegiatan pemasaran hasil usaha di bidang perikanan untuk diperdagangkan, disimpan, dan atau dipertukarkan yang meliputi pedagang grosir dan eceran (tidak termasuk tenaga kerja).

Keenam, penyedia jasa pengiriman produk kelautan dan perikanan/badan usaha yang melakukan kegiatan pengiriman produk kelautan dan perikanan (tidak termasuk tenaga kerja).

Permohonan penerbitan, yaitu setiap pelaku usaha untuk memiliki Kusuka harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada direktur jenderal/kepala badan, melalui kepala dinas kabupaten/kota atau kepala UPT, dengan melampirkan persyaratan. Antara lain, formulir permohonan penerbitan Kusuka yang telah diisi, fotokopi kartu tanda penduduk orang perseorangan atau penanggung jawab korporasi, surat keterangan dari kepala desa/lurah yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bekerja sebagai pelaku usaha untuk orang perseorangan, dan fotokopi nomor pokok wajib pajak untuk korporasi. Pencetakan Kusuka dilakukan bekerja sama dengan Bank Negara Indonesia (BNI). 
  
Sampai dengan akhir Juli 2018, data yang masuk kedalam aplikasi satu data sebanyak 292.074 yang terdiri dari : 127.804 Nelayan, 10.344 Pemasar Ikan, 30 PPJK, 132.390 Pembudidaya Ikan, 16.010 Pengolah Ikan dan 5.450 Petambak Garam.


Sumber :

Rabu, 19 Juni 2019

APA ITU PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN ?


                                    Gambar terkait
Latar belakang pengawasan sumberdaya perikanan adalah penurunan stok sumberdaya perikanan global, baik di perairan jurisdiksi negara-negara pantai maupun di laut lepas. Sumberdaya perikanan merupakan sumber makanan dan mata pencarian bagi masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir pantai. Sumberdaya perikanan merupakan sumber pendapatan untuk pertumbuhan ekonomi negara pantai. Kehancuran sumberdaya perikanan akan memiskinkan nelayan dan negara pantai. Perikanan yang tidak bertanggung jawab mengancam pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkekelanjutan. Sumberdaya perikanan merupakan milik bersama (common property), sehingga harus dikelola bersama semua negara. Illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing melemahkan pengelolaan sumberdaya perikanan, karena tangkapan ikannya tidak terpantau. Dengan latar belakang hal-hal ini, maka Food Agriculture Organization (FAO) sebagai organisasi dunia yang menangani persoalan makanan dunia meminta negara pantai, bendera, dan pelabuhan mengimplementasikan pengawasan sumberdaya perikanan dengan sistem Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS) untuk mengelola sumberdaya perikanan di zona ekonomi eksklusif, mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan di laut lepas, dan memberantas IUU fishing.

Hasil gambar untuk pengawasan sumber daya perikanan

Pengawasan sumberdaya perikanan merupakan amanat ketentuan beberapa instrumentasi hukum internasional. Lebih jelasnya, instrumentasi hukum internasional yang merupakan aspek legal pengawasan sumberdaya perikanan adalah United Convention on The Law of Sea (UNCLOS), 1982; FAO Compliance Agreement, 1993; UN Fish Stocks Agreement, 1995; FAO Code Conduct Responsible Fisheries (CCRF), 1995; FAO International Plan of Action (IPOA) to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing, 2001; dan FAO Agreement on Port State Measures, 2005.
Pengawasan sumberdaya perikanan adalah pengawasan prosperity (kesejahteraan), bukan pengawasan security (keamanan). Pengawasan sumberdaya perikanan merupakan kegiatan operasional untuk pengelolaan sumberdaya perikanan yang berhasil agar sumberdaya perikanan tidak rusak karena pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebihan (overfishing) atau IUU fishing. Pengawasan sumberdaya perikanan merupakan pengawasan prosperity yang tidak sama seperti kepolisian atau militer dengan hanya pendekatan penegakan hukum (surveillance). Tetapi komprehensif dan terintegrasi dengan sistem Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS).
Monitoring adalah kegiatan pengumpulan data tangkapan ikan untuk pemantauan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pemantauan aktivitas kapal perikanan di laut. Controlling adalah pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan atau pengendalian aktivitas kapal perikanan dengan peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan. Surveillance adalah kegiatan pengawasan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan aktivitas kapal perikanan di laut. Aksi penegakan hukum (law enforcement) dilakukan terhadap kapal perikanan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan.
Tujuan pengawasan sumberdaya perikanan adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak melebihi jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) dan ketaatan atau kepatuhan (compliance) masyarakat nelayan, perusahaan perikanan, atau kapal perikanan pada ketentuan peraturan perundang-undangan atau pengelolaan sumberdaya perikanan. Sasaran pengawasan sumberdaya perikanan adalah sumberdaya perikanan tidak rusak atau overfishing dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan dan peningkatan ekonomi negara pantai.
Biaya pengawasan sumberdaya perikanan selalu merupakan perhatian utama dari semua negara yang mengimplementasikan pengawasan sumberdaya perikanan. Keefektifan dan keefisienan biaya penting untuk pengawasan sumberdaya perikanan yang berhasil. Pendekatan sipil untuk penegakan perikanan deterrent telah terbukti dalam banyak kasus menjadi yang paling efektif biaya dan responsif untuk prioritas perikanan. Penggunaan aset sipil juga meminimalkan sensitivitas politik dari insiden perikanan internasional dengan cara menghindari penggunaan peralatan dan personil militer.
Administrator perikanan yang harus bergantung pada penggunaan sumberdaya militer untuk melaksanakan pengawasan sumberdaya perikanan akan menemukan bahwa badan militer selalu menurut prioritas rendah ke tugas pengawasan sumberdaya perikanan. Di samping itu, keterlibatan militer biasanya tidak efektif biaya. Pesawat dan kapal militer lebih mahal untuk dibangun dan dioperasikan dibanding peralatan sipil yang sesuai. Penghematan dihasilkan dari penggunaan kapal sipil dengan anak buah kapal yang lebih sedikit dan biaya pengoperasian yang lebih rendah.
Untuk banyak negara, bagaimanapun militer dapat menjalankan suatu peran pendukung yang penting dalam pengawasan sumberdaya perikanan yang kuat. Kunci untuk pemerintah yang demikian adalah menentukan suatu mekanisme antar badan yang memampukan administrator perikanan meminta dukungan militer ketika dibutuhkan.
Keefektifan pengawasan sumberdaya perikanan dapat dikembangkan jika suatu kementerian tunggal ditentukan untuk mengambil peran unggul dalam pengawasan sumberdaya perikanan. Hal ini secara signifikan mengurangi garis komunikasi untuk perintah dan kontrol komponen pemantauan (monitoring) dan pengawasan (surveillance) dari aktivitas pengawasan sumberdaya perikanan, membuat pengawasan sumberdaya perikanan lebih efisien dan responsif untuk kebutuhan pengelolaan sumberdaya perikanan. Dengan mempertimbangkan hal ini, maka kementerian perikanan merupakan instansi sipil yang unggul untuk pengawasan sumberdaya perikanan.
Seperti dicatat di atas, bagaimanapun sejumlah badan yang berbeda dapat dibutuhkan dalam peran pendukung pengawasan sumberdaya perikanan. Dalam situasi yang demikian, pengawasan sumberdaya perikanan yang efektif membutuhkan suatu mekanisme kontrol antar badan yang kuat.
Pengelolaan sumberdaya perikanan diimplementasikan dengan rencana pengelolaan perikanan (RPP) dan dukungan semua pemegang kepentingan (stakeholder) pada sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya perikanan mempunyai kelemahan, karena aktivitas kapal perikanan di laut dan kemampuan nelayan dalam menghindari ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan atau melakukan IUU fishing. Rencana pengelolaan perikanan harus didukung dengan pengawasan sumberdaya perikanan agar pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil.
Pengawasan sumberdaya perikanan dilaksanakan pada 4 (empat) dimensi, yaitu sebelum melakukan penangkapan ikan (before fishing), selama melakukan penangkapan ikan (while fishing), ketika melakukan pendaratan tangkapan ikan (during landing), dan setelah pendaratan tangkapan ikan (post landing).
Dari riset sumberdaya perikanan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat nelayan, maka pemerintah akan mengambil keputusan untuk melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan. Keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan dituangkan dalam bentuk ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan. Kemudian ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan untuk meregulasi atau mengendalikan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan aktivitas kapal perikanan.
Pengawasan sebelum melakukan penangkapan ikan (before fishing) dilaksanakan di pelabuhan perikanan oleh pengawas perikanan. Pengawasan ini dilaksanakan dengan memeriksa kelayakan kapal perikanan, baik secara administrasi dan teknis untuk melakukan penangkapan ikan. Di sini dilaksanakan pengawasan ketaatan atau kepatuhan kapal perikanan pada ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan atau peraturan perundang-undangan, seperti pemeriksaan dokumen perijinan; form logbook untuk memperoleh data tangkapan ikan; form deklarasi transhipment untuk memperoleh data tangkapan ikan yang dipindahkan ke atau diterima dari kapal lain; pemasangan dan pengaktifan transmitter untuk pemantauan aktivitas kapal perikanan di laut; pemeriksaan jenis dan ukuran kapal perikanan; pemeriksaan jumlah, jenis, dan ukuran alat tangkap pada kapal perikanan; area fishing ground; dan lain-lain. Jika kapal perikanan tidak layak atau tidak patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan atau pengelolaan sumberdaya perikanan, maka kapal perikanan tidak diberi surat laik operasional dan tidak diperbolehkan berangkat melakukan penangkapan ikan.
Pengawasan selama melakukan penangkapan ikan (while fishing) dilaksanakan di laut dengan menggunakan sistem pemantauan kapal perikanan (vessel monitoring system/VMS) dan kapal patroli. Ke mana kapal perikanan berangkat, di mana kapal perikanan melakukan penangkapan ikan, apapun yang dilakukan kapal perikanan di laut, ke pelabuhan perikanan mana kapal perikanan kembali, transit ke pelabuhan perikanan lain, melakukan pendaratan tangkapan ikan akan dipantau melalui VMS. Sehingga akan diketahui di mana kapal perikanan melakukan pendaratan atau transhipmen tangkapan ikan. Pengawasan ini bertujuan kepatuhan aktivitas kapal perikanan di laut pada ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan. Data atau informasi VMS dapat digunakan sebagai alat bukti tindak pidana perikanan untuk penyidikan dan proses peradilan.
Pengawasan sumberdaya perikanan selalu dilaksanakan dengan mengoperasikan kapal patroli untuk pengawasan dan penegakan hukum di laut. Jika kapal perikanan terindikasi melakukan pelanggaran ketentuan pengelolaan sumberdaya perikanan atau peraturan perundang-undangan, maka kapal patroli dapat diminta untuk melaksanakan inspeksi laut (sea inspection) terhadap kapal perikanan tersebut. Petugas boarding ke kapal perikanan untuk melaksanakan inspeksi laut. Inspeksi laut dilaksanakan untuk memperoleh barang bukti atau alat bukti tindak pidana perikanan. Jika ditemukan bukti awal tindak pidana perikanan, maka kapal perikanan ditahan dan diperintah adhock ke pelabuhan terdekat di mana penyidikan dapat dilakukan.
Pengawasan ketika melakukan pendaratan tangkapan ikan (during landing) dilakukan di pelabuhan perikanan. Pengawasan ini dilaksanakan dengan skema dokumentasi tangkapan (scheme documentation catch) atau logbook untuk memperoleh data tangkapan ikan kapal perikanan dan inspeksi pelabuhan (port inspection) untuk memeriksa tangkapan ikan yang didaratkan pada pelabuhan perikanan bukan merupakan hasil IUU fishing. Skema dokumentasi tangkapan/logbook dan inspeksi pelabuhan harus didukung dengan data atau informasi aktivitas kapal perikanan di laut dari VMS. Tangkapan atau produk perikanan yang bukan hasil IUU fishing yang dapat diperdagangkan ke pasar global. Tangkapan atau produk perikanan hasil IUU fishing akan dicegah masuk ke pasar.
Pengawasan setelah pendaratan tangkapan ikan (post landing) dilakukan ketika pendistrtibusian tangkapan ikan ke lokasi lain atau ekspor ke negara lain dalam perdagangan produk perikanan. Pengawasan ini dilaksanakan untuk mengawasi tangkapan ikan yang sah tidak dicampur dengan tangkapan ikan hasil IUU fishing di darat atau laut untuk melegalkan tangkapan ikan hasil IUU fishing (laundering). Uni Eropa telah mengimplementasikan sertifikasi tangkapan untuk menunjukkan produk perikanan yang diperdagangkan dengan anggota-angotanya bukan hasil IUU fishing.
Dengan pengawasan sumberdaya perikanan, maka kapal perikanan patuh kepada ketentuan peraturan perundang-undangan atau pengelolaan sumberdaya perikanan. Sehingga sumberdaya perikanan dapat dikelola dengan baik, tidak rusak atau overfishing, dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai sumber makanan dan mata pencarian masyarakat nelayan, serta pengembangan ekonomi negara pantai.

Sumber : Majalah Barracuda Edisi II Tahun 2010 Hal 50 - 55

MACAM MACAM PENYAKIT IKAN AIR TAWAR


                                          Hasil gambar untuk Penyakit  pada ikan mas
Beberapa macam penyakit ikan yang menyerang dan telah mewabah di daerah potensi perikanan wilayah indonesia masih menjadi kendala dan pasang surut produktivitas petani budidaya. Keadaan cuaca/iklim dan kondisi lingkungan yang menunjukkan penurunan daya dukung lahan semakin kentara. Disisi lain, tidak diimbanginya mutu perbenihan yang semakin anjlok, meskipun telah muncul berbagai varian genetik ikan air tawar, namun persebarannya kurang merata dan harus dilakukan adapatasi yang memakan waktu mengingat posisi alam indonesia pada belahan bumi tropis.

1. KHV (Koi Herpes Virus)
Koi Herpes Virus yang kabarnya masih menjadi momok bagi pembudidaya ikan mas (Cyprinus carpio sp.). Dari data Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Balai Riset Perikanan Budidaya (Ditkeskanling dan BRPB) bahwa penyebaran virus KHV telah merambah di seluruh nusantara Indonesia

Penyebaran penyakit, terutama infeksi virus akan terus menyebar tanpa bisa dikendalikan, karena dapat melelui media udara. Jika kita kembalikan kepada pemahaman tentang sifat virus sendiri yang tidak dapat masuk ke dalam tubuh inang selama ikan tersebut dalam kondisi sehat, berarti masih ada sebuh harapan besar yang dapat kita jadikan tuntunan bahwa begitu pentingnya menjaga kesehatan ikan atau melakukan sebuah langkah pencegahan. Karena apabila sudah terinfeksi dan virus telah dapat merusak sistem organ dalam tubuh ikan, tidak akan ada harapan dan yang terjadi adalah menunggu kematian ikan.
Gejala timbulnya penyakit KHV berawal dari kondisi suhu perairan dan lingkungan yang tidak  bersahabat, lonjakan naik turunnya suhu kerap menimbulkan efek negative. Diketahui dari hasil riset internasional bahwa pertumbuhan KHV terjadi pada suhu 15 – 25 oC. Aktivitas serangan virus bersifat akut (mematikan) hingga 80 – 100% kematian pada ikan, menghasilkan kerusakan jaringan cukup luas dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Infeksi virus sering dilanjutkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri ataupun didahului oleh infeksi sekunder oleh organisme parasit misalnya Argulus (kutu ikan), Lernea dan lain-lain.

                                           Hasil gambar untuk penyakit khv pada ikan mas

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi ikan mas yang terserang penyakit KHV selalu ditandai dengan luka atau memar merah pada bagian insang ikan. Diawali dengan tingkah laku ikan yang berenang tanpa arah atau memutar-mutar, bernafas dengan terengah-engah (megap-megap) pada permukaan air, kelaurnya lendir, mata cekung dan bengkak pada bagian insang. Virus menginfeksi dengan serangan pertama pada insang yang merupakan organ vital dalam pernafasan ikan, kemudian menjangkit pada organ dalam tubuh ikan yakni ginjal dan merusak system pencernaan usus sehingga nafsu makan turun drastis. Virus tetap infectif selama 4 jam didalam air sehingga dapat menular pada ikan yang lain dengan kondisi labil. Infeksi sekunder bakteri juga menyebabkan banyak terjadi luka-luka pada bagian sisik atau tubuh ikan. Hingga sekarang ini, KHV dapat mewabah sewaktu-waktu pada budidaya kolam kita, untuk itu tindakan insentif dalam pencegahan harus tetap dilakukan dengan pengelolaan air yang baik, pemberian multivitamin atau supplemen untuk membantu menguatkan daya tahan tubuh ikan perlu diterapkan.

2. Aeromonas hidrophyla
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri aeromonas ini dapat menjangkit semua jenis ikan air tawar di Indonesia. Dimana-mana bakteri-bakteri ini hampir selalu ditemukan dan hidup di air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada organ-organ tubuh bagian dalam ikan.  Bakteri ini mudah berkembang biak dalam kondisi perairan dengan segala suhu dan perubahan lingkungan.
Keberadaannya tidak begitu berbahaya, namun dalam jumlah yang banyak di perairan, bakteri selalu siaga mengintai kondisi labil ikan dan ketidakstabilan air untuk bergerak dan menimbulkan penyakit. Infeksi yang sering terjadi biasanya berkaitan dengan kondisi stress ikan yang diakibatkan oleh beberapa hal. Untuk itu perlu diperhatikan secara lebih serius.
Faktor kepadatan (kuantitas) ikan dalam kolam adalah penyebab yang sering mengakibatkan ikan stress. Daya tampung benih harus diperhitungkan secara matang agar tidak terjadi over capacity yang mengakibatkan ikan kekurangan ruang gerak dan oksigen untuk bernafas pada saat usia dewasa, atau dapat dilakukan sortir atau pendederan.
Malnutrisi atau pola makan yang tidak seimbang antara frekwensi pembarian pakan dan nilai gizi pakan. Kebutuhan pakan ikan dapat dipenuhi dengan adanya pakan alami dalam perairan ataupun pakan buatan yang disuplai dari luar. Untuk lebih memaksimalkan pertumbuhan dan mencegah terjadinya malnutrisi dapat digunakan supplemen tambahan yang membantu menambah nilai gizi pakan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ikan dengan melakukan sampling setiap minggunya agar diketahui secara pasti kurang labihnya kebutuhan pakan yang diberikan.
Hasil gambar untuk aeromonas pada ikan mas


 Ilmu pengetahuan yang berkembang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila dapat memanfaatkan albumin, kasein, fibrinogen, dan gelatin sebagai substrat protein. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bakteri ini bersifat proteolotik . sehingga berpotensi besar sebagai patogen ikan. Adanya enzim proteolitik akan merusak dinding intenstin, sehingga terjadi penebalan dinding, udem dan semi transparan . Ketika Aeromonas hydrophila masuk ke dalam tubuh inang, maka toksin yang dihasilkan akan menyebar melalui aliran darah menuju organ.
LPS dapat menyebabkan peradangan, demam, penurunan kadar besi, dan pembekuan darah. Disamping mampu memproduksi eksotoksin dan endotoksin sebagai faktor virulensi, Aeromonas hydrophila patogen juga memiliki kemampuan untuk menempel pada sel tubuh ikan melalui aktifitas adhesins
Serangan yang ditimbulkan bersifat akut dan apabila kondisi lingkungan terus merosot, dapat menyebabkan kematian missal. Ditandai dengan timbulnya luka-luka memar atau borok disekujur tubuh dan kepala ikan. Penyakit ini dapat menular bebas melalui air, kontak badan dan peralatan yang tersemar olah bekteri tersebut. Untuk itu faktor kepadatan dan kualitas air harus benar-benar dijaga dengan system pencegahan yang lebih efektif.

3. Bintik putih “ich”
Penyebaran penyakit ini sangat cepat, terutama pada suhu optimalnya (15-25° Q. pada suhu 30° C atau lebih, penyakit ini akan mati atau siklusnya berhenti. Siklus hidup parasit ini terbagi dalam beberapa fase, yaitu parasiter (tropozoit), pre-kista (tomont), kista (trophont), post-kista (theront).


Siklus hidup ini terjadi selama 6 hari pada suhu 25° C, 10 hari pada suhu 15°, dan lebih sebulan pada suhu 10° C. Fase parasiter merupakan fase aktif yang membentuk nodula (spot atau bintik) putih di kulit dan epitel insang ikan. Bila sudah dewasa, parasit akan keluar dari nodula dan membentuk pre-kista yang berenang bebas mencari tempat menempel seperti akuarium, serokan, dan tanaman air.Di tempat menempelya pre - kista akan berkembang menjadi kista yang di dalamnya berisi tomite.
Tomite inilah yang akan membelah menjadi banyak. Pembelahan tomite menyebabkan kista pecah sehingga tomite keluar. Tomite selanjutnya akan berkembang menjadi bentuk post-kista. Fase inilah yang aktif menyerang ikan. Jumlahnya di dalam air sangat banyak. Setiap kista dapat menghasilkan lebih dari 1.000 post-kista.
Berdasarkan sumber lain, bahwa penyakit ini sering terjadi pada musim hujan dengan suhu berkisar 20 - 24oC, selain itu pH perairan yang cepat naik turun pada musim penghujan juga memperkuat argument bahwa fluktuasi air kolam lebih drastis.

Ikan yang terserang akan kehilangan fungsi insang sehingga mengganggu respirasi. Selain itu ikan menjadi malas berenang dan Akibat serangan penyakit berbahaya ini, tubuh ikan banyak dijumpai bintik-bintik putih sehingga penyakit ini disebut White spot. Apabila telah menyebar keseluruh tubuh, dapat menimbulkan kematian. Terkesan lebih tragis bahwa pada serangan cukup serius, ikan akan menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding akuarium atau kolam sehingga menimbulkan luka. Luka dapat mengalami infeksi sekunder oleh cendawan.
Walaupun kebanyakan yang diserang adalah benih ikan berukuran 1-5 cm, namun penyakit ini pun sering menyerang ikan besar maupun kecil. Begitu hebat perkembangan siklus hidup dan penyebaran parasit ini, untuk itu perlu lebih significant dalam melakukan tindakan pencegahan, minimal dengan cara memberok ikan pada air mengalir atau kepadatan ikan dikurangi.

4. Streptococcus
Streptococcosis memang tidak masuk ke dalam daftar penyakit ikan yang dianggap sangat berbahaya oleh Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan, sebagaimana MAS, KHV, WSSV atau pun VNN. Tetapi, meski tak masuk dalam daftar tersebut, bukan berarti penyakit streptococcosis bisa dianggap remeh oleh para pembudidaya ikan nila. Pada manajemen budidaya yang kurang baik, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian masal. “Pada fase pembesaran, kematian bisa sampai 100%.
Penyakit streptococcosis ini biasanya muncul pada saat adanya perubahan cuaca secara drastis, dari panas ke hujan maupun sebaliknya. “Jika siangnya panas terik, kemudian sore harinya terjadi hujan, penyakit ini berpotensi akan muncul”.
Dalam banyak kasus, bakteri Streptococcus menyerang ikan nila pada ukuran tertentu. “Biasanya pada saat ukuran ikan menjelang 50 gram. Setelah itu, dia akan menyerang lagi saat ikan berukuran antara 100-250 gram,” ujarnya. Ini berarti ancaman yang sama besar ditujukan baik kepada para pendeder (saat ikan berukuran di bawah 50 gram) maupun pembudidaya pembesaran (saat ikan berukuran 100-250 gram).
Bakteri Streptococcus ini akan masuk ke  dalam tubuh ikan nila lewat infeksi melalui sistem pencernaan. Gejala ditandai dengan penampakan perut ikan yang terlihat agak kembung. Selanjutnya bakteri akan masuk aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga ke ginjal. “Jika dilakukan bedah bangkai ginjal kelihatan pucat dan bengkak,”
Pada fase ini, nafsu makan ikan akan berkurang, sehingga ikan lebih mudah stres, daya tahan menurun. Tahap lanjut, toksin (racun-red) dari bekteri mulai menyebar mengganggu syaraf, hingga akhirnya menyerang syaraf pusat, yaitu otak. “Kalau sudah sampai syaraf, sulit untuk diatasi. Pada fase ini ikan menunjukkan gejala berputar-putar (whirling) menyerupai gangsing, dan akhirnya ikan tersebut mati.
Celakanya, waktu yang dibutuhkan bakteri streptococcus ini dari menginfeksi ikan nila sampai pada fase whirling relatif singkat. “Rata-rata hanya butuh waktu antara 7-14 hari, tergantung dari kondisi ikan nila,” sambung Heny. Serangan bakteri Streptococcus ini ternyata tidak hanya mengakibatkan ikan berputar-putar dan kemudian mati, tetapi juga dapat mengakibatkan penyakit popeye, dengan ciri-ciri; mata menonjol, bengkak dan berdarah.

  
 Sumber : 
 Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Balai Riset Perikanan Budidaya (Ditkeskanling dan BRPB