Rabu, 19 Juni 2019

MACAM MACAM PENYAKIT IKAN AIR TAWAR


                                          Hasil gambar untuk Penyakit  pada ikan mas
Beberapa macam penyakit ikan yang menyerang dan telah mewabah di daerah potensi perikanan wilayah indonesia masih menjadi kendala dan pasang surut produktivitas petani budidaya. Keadaan cuaca/iklim dan kondisi lingkungan yang menunjukkan penurunan daya dukung lahan semakin kentara. Disisi lain, tidak diimbanginya mutu perbenihan yang semakin anjlok, meskipun telah muncul berbagai varian genetik ikan air tawar, namun persebarannya kurang merata dan harus dilakukan adapatasi yang memakan waktu mengingat posisi alam indonesia pada belahan bumi tropis.

1. KHV (Koi Herpes Virus)
Koi Herpes Virus yang kabarnya masih menjadi momok bagi pembudidaya ikan mas (Cyprinus carpio sp.). Dari data Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Balai Riset Perikanan Budidaya (Ditkeskanling dan BRPB) bahwa penyebaran virus KHV telah merambah di seluruh nusantara Indonesia

Penyebaran penyakit, terutama infeksi virus akan terus menyebar tanpa bisa dikendalikan, karena dapat melelui media udara. Jika kita kembalikan kepada pemahaman tentang sifat virus sendiri yang tidak dapat masuk ke dalam tubuh inang selama ikan tersebut dalam kondisi sehat, berarti masih ada sebuh harapan besar yang dapat kita jadikan tuntunan bahwa begitu pentingnya menjaga kesehatan ikan atau melakukan sebuah langkah pencegahan. Karena apabila sudah terinfeksi dan virus telah dapat merusak sistem organ dalam tubuh ikan, tidak akan ada harapan dan yang terjadi adalah menunggu kematian ikan.
Gejala timbulnya penyakit KHV berawal dari kondisi suhu perairan dan lingkungan yang tidak  bersahabat, lonjakan naik turunnya suhu kerap menimbulkan efek negative. Diketahui dari hasil riset internasional bahwa pertumbuhan KHV terjadi pada suhu 15 – 25 oC. Aktivitas serangan virus bersifat akut (mematikan) hingga 80 – 100% kematian pada ikan, menghasilkan kerusakan jaringan cukup luas dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Infeksi virus sering dilanjutkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri ataupun didahului oleh infeksi sekunder oleh organisme parasit misalnya Argulus (kutu ikan), Lernea dan lain-lain.

                                           Hasil gambar untuk penyakit khv pada ikan mas

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi ikan mas yang terserang penyakit KHV selalu ditandai dengan luka atau memar merah pada bagian insang ikan. Diawali dengan tingkah laku ikan yang berenang tanpa arah atau memutar-mutar, bernafas dengan terengah-engah (megap-megap) pada permukaan air, kelaurnya lendir, mata cekung dan bengkak pada bagian insang. Virus menginfeksi dengan serangan pertama pada insang yang merupakan organ vital dalam pernafasan ikan, kemudian menjangkit pada organ dalam tubuh ikan yakni ginjal dan merusak system pencernaan usus sehingga nafsu makan turun drastis. Virus tetap infectif selama 4 jam didalam air sehingga dapat menular pada ikan yang lain dengan kondisi labil. Infeksi sekunder bakteri juga menyebabkan banyak terjadi luka-luka pada bagian sisik atau tubuh ikan. Hingga sekarang ini, KHV dapat mewabah sewaktu-waktu pada budidaya kolam kita, untuk itu tindakan insentif dalam pencegahan harus tetap dilakukan dengan pengelolaan air yang baik, pemberian multivitamin atau supplemen untuk membantu menguatkan daya tahan tubuh ikan perlu diterapkan.

2. Aeromonas hidrophyla
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri aeromonas ini dapat menjangkit semua jenis ikan air tawar di Indonesia. Dimana-mana bakteri-bakteri ini hampir selalu ditemukan dan hidup di air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada organ-organ tubuh bagian dalam ikan.  Bakteri ini mudah berkembang biak dalam kondisi perairan dengan segala suhu dan perubahan lingkungan.
Keberadaannya tidak begitu berbahaya, namun dalam jumlah yang banyak di perairan, bakteri selalu siaga mengintai kondisi labil ikan dan ketidakstabilan air untuk bergerak dan menimbulkan penyakit. Infeksi yang sering terjadi biasanya berkaitan dengan kondisi stress ikan yang diakibatkan oleh beberapa hal. Untuk itu perlu diperhatikan secara lebih serius.
Faktor kepadatan (kuantitas) ikan dalam kolam adalah penyebab yang sering mengakibatkan ikan stress. Daya tampung benih harus diperhitungkan secara matang agar tidak terjadi over capacity yang mengakibatkan ikan kekurangan ruang gerak dan oksigen untuk bernafas pada saat usia dewasa, atau dapat dilakukan sortir atau pendederan.
Malnutrisi atau pola makan yang tidak seimbang antara frekwensi pembarian pakan dan nilai gizi pakan. Kebutuhan pakan ikan dapat dipenuhi dengan adanya pakan alami dalam perairan ataupun pakan buatan yang disuplai dari luar. Untuk lebih memaksimalkan pertumbuhan dan mencegah terjadinya malnutrisi dapat digunakan supplemen tambahan yang membantu menambah nilai gizi pakan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ikan dengan melakukan sampling setiap minggunya agar diketahui secara pasti kurang labihnya kebutuhan pakan yang diberikan.
Hasil gambar untuk aeromonas pada ikan mas


 Ilmu pengetahuan yang berkembang menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila dapat memanfaatkan albumin, kasein, fibrinogen, dan gelatin sebagai substrat protein. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bakteri ini bersifat proteolotik . sehingga berpotensi besar sebagai patogen ikan. Adanya enzim proteolitik akan merusak dinding intenstin, sehingga terjadi penebalan dinding, udem dan semi transparan . Ketika Aeromonas hydrophila masuk ke dalam tubuh inang, maka toksin yang dihasilkan akan menyebar melalui aliran darah menuju organ.
LPS dapat menyebabkan peradangan, demam, penurunan kadar besi, dan pembekuan darah. Disamping mampu memproduksi eksotoksin dan endotoksin sebagai faktor virulensi, Aeromonas hydrophila patogen juga memiliki kemampuan untuk menempel pada sel tubuh ikan melalui aktifitas adhesins
Serangan yang ditimbulkan bersifat akut dan apabila kondisi lingkungan terus merosot, dapat menyebabkan kematian missal. Ditandai dengan timbulnya luka-luka memar atau borok disekujur tubuh dan kepala ikan. Penyakit ini dapat menular bebas melalui air, kontak badan dan peralatan yang tersemar olah bekteri tersebut. Untuk itu faktor kepadatan dan kualitas air harus benar-benar dijaga dengan system pencegahan yang lebih efektif.

3. Bintik putih “ich”
Penyebaran penyakit ini sangat cepat, terutama pada suhu optimalnya (15-25° Q. pada suhu 30° C atau lebih, penyakit ini akan mati atau siklusnya berhenti. Siklus hidup parasit ini terbagi dalam beberapa fase, yaitu parasiter (tropozoit), pre-kista (tomont), kista (trophont), post-kista (theront).


Siklus hidup ini terjadi selama 6 hari pada suhu 25° C, 10 hari pada suhu 15°, dan lebih sebulan pada suhu 10° C. Fase parasiter merupakan fase aktif yang membentuk nodula (spot atau bintik) putih di kulit dan epitel insang ikan. Bila sudah dewasa, parasit akan keluar dari nodula dan membentuk pre-kista yang berenang bebas mencari tempat menempel seperti akuarium, serokan, dan tanaman air.Di tempat menempelya pre - kista akan berkembang menjadi kista yang di dalamnya berisi tomite.
Tomite inilah yang akan membelah menjadi banyak. Pembelahan tomite menyebabkan kista pecah sehingga tomite keluar. Tomite selanjutnya akan berkembang menjadi bentuk post-kista. Fase inilah yang aktif menyerang ikan. Jumlahnya di dalam air sangat banyak. Setiap kista dapat menghasilkan lebih dari 1.000 post-kista.
Berdasarkan sumber lain, bahwa penyakit ini sering terjadi pada musim hujan dengan suhu berkisar 20 - 24oC, selain itu pH perairan yang cepat naik turun pada musim penghujan juga memperkuat argument bahwa fluktuasi air kolam lebih drastis.

Ikan yang terserang akan kehilangan fungsi insang sehingga mengganggu respirasi. Selain itu ikan menjadi malas berenang dan Akibat serangan penyakit berbahaya ini, tubuh ikan banyak dijumpai bintik-bintik putih sehingga penyakit ini disebut White spot. Apabila telah menyebar keseluruh tubuh, dapat menimbulkan kematian. Terkesan lebih tragis bahwa pada serangan cukup serius, ikan akan menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding akuarium atau kolam sehingga menimbulkan luka. Luka dapat mengalami infeksi sekunder oleh cendawan.
Walaupun kebanyakan yang diserang adalah benih ikan berukuran 1-5 cm, namun penyakit ini pun sering menyerang ikan besar maupun kecil. Begitu hebat perkembangan siklus hidup dan penyebaran parasit ini, untuk itu perlu lebih significant dalam melakukan tindakan pencegahan, minimal dengan cara memberok ikan pada air mengalir atau kepadatan ikan dikurangi.

4. Streptococcus
Streptococcosis memang tidak masuk ke dalam daftar penyakit ikan yang dianggap sangat berbahaya oleh Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan, sebagaimana MAS, KHV, WSSV atau pun VNN. Tetapi, meski tak masuk dalam daftar tersebut, bukan berarti penyakit streptococcosis bisa dianggap remeh oleh para pembudidaya ikan nila. Pada manajemen budidaya yang kurang baik, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian masal. “Pada fase pembesaran, kematian bisa sampai 100%.
Penyakit streptococcosis ini biasanya muncul pada saat adanya perubahan cuaca secara drastis, dari panas ke hujan maupun sebaliknya. “Jika siangnya panas terik, kemudian sore harinya terjadi hujan, penyakit ini berpotensi akan muncul”.
Dalam banyak kasus, bakteri Streptococcus menyerang ikan nila pada ukuran tertentu. “Biasanya pada saat ukuran ikan menjelang 50 gram. Setelah itu, dia akan menyerang lagi saat ikan berukuran antara 100-250 gram,” ujarnya. Ini berarti ancaman yang sama besar ditujukan baik kepada para pendeder (saat ikan berukuran di bawah 50 gram) maupun pembudidaya pembesaran (saat ikan berukuran 100-250 gram).
Bakteri Streptococcus ini akan masuk ke  dalam tubuh ikan nila lewat infeksi melalui sistem pencernaan. Gejala ditandai dengan penampakan perut ikan yang terlihat agak kembung. Selanjutnya bakteri akan masuk aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga ke ginjal. “Jika dilakukan bedah bangkai ginjal kelihatan pucat dan bengkak,”
Pada fase ini, nafsu makan ikan akan berkurang, sehingga ikan lebih mudah stres, daya tahan menurun. Tahap lanjut, toksin (racun-red) dari bekteri mulai menyebar mengganggu syaraf, hingga akhirnya menyerang syaraf pusat, yaitu otak. “Kalau sudah sampai syaraf, sulit untuk diatasi. Pada fase ini ikan menunjukkan gejala berputar-putar (whirling) menyerupai gangsing, dan akhirnya ikan tersebut mati.
Celakanya, waktu yang dibutuhkan bakteri streptococcus ini dari menginfeksi ikan nila sampai pada fase whirling relatif singkat. “Rata-rata hanya butuh waktu antara 7-14 hari, tergantung dari kondisi ikan nila,” sambung Heny. Serangan bakteri Streptococcus ini ternyata tidak hanya mengakibatkan ikan berputar-putar dan kemudian mati, tetapi juga dapat mengakibatkan penyakit popeye, dengan ciri-ciri; mata menonjol, bengkak dan berdarah.

  
 Sumber : 
 Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Balai Riset Perikanan Budidaya (Ditkeskanling dan BRPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar