Beberapa macam penyakit ikan yang menyerang
dan telah mewabah di daerah potensi perikanan wilayah indonesia masih menjadi
kendala dan pasang surut produktivitas petani budidaya. Keadaan cuaca/iklim dan
kondisi lingkungan yang menunjukkan penurunan daya dukung lahan semakin
kentara. Disisi lain, tidak diimbanginya mutu perbenihan yang semakin anjlok,
meskipun telah muncul berbagai varian genetik ikan air tawar, namun
persebarannya kurang merata dan harus dilakukan adapatasi yang memakan waktu
mengingat posisi alam indonesia pada belahan bumi tropis.
1. KHV (Koi Herpes Virus)
Koi
Herpes Virus yang kabarnya masih menjadi momok bagi
pembudidaya ikan mas (Cyprinus carpio sp.).
Dari data Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Balai Riset Perikanan
Budidaya (Ditkeskanling dan BRPB) bahwa penyebaran virus KHV telah merambah di seluruh nusantara Indonesia
Penyebaran
penyakit, terutama infeksi virus akan terus menyebar tanpa bisa dikendalikan,
karena dapat melelui media udara. Jika kita kembalikan kepada pemahaman tentang
sifat virus sendiri yang tidak dapat masuk ke dalam tubuh inang selama ikan
tersebut dalam kondisi sehat, berarti masih ada sebuh harapan besar yang dapat
kita jadikan tuntunan bahwa begitu pentingnya menjaga kesehatan ikan atau
melakukan sebuah langkah pencegahan. Karena apabila sudah terinfeksi dan virus
telah dapat merusak sistem organ dalam tubuh ikan, tidak akan ada harapan dan yang
terjadi adalah menunggu kematian ikan.
Gejala timbulnya
penyakit KHV berawal dari kondisi suhu perairan dan lingkungan yang tidak bersahabat, lonjakan naik turunnya suhu kerap
menimbulkan efek negative. Diketahui dari hasil riset internasional bahwa pertumbuhan KHV terjadi pada suhu 15 – 25 oC. Aktivitas
serangan virus bersifat akut (mematikan) hingga 80 – 100% kematian pada ikan,
menghasilkan kerusakan jaringan cukup luas dan menyebabkan kematian dalam waktu
singkat. Infeksi virus sering dilanjutkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri
ataupun didahului oleh infeksi sekunder oleh organisme parasit misalnya Argulus
(kutu ikan), Lernea dan lain-lain.
Dari gambar diatas
dapat disimpulkan bahwa kondisi ikan mas yang terserang penyakit KHV selalu
ditandai dengan luka atau memar merah pada bagian insang ikan. Diawali dengan
tingkah laku ikan yang berenang tanpa arah atau memutar-mutar, bernafas dengan
terengah-engah (megap-megap) pada permukaan air, kelaurnya lendir, mata cekung
dan bengkak pada bagian insang. Virus menginfeksi dengan serangan pertama pada
insang yang merupakan organ vital dalam pernafasan ikan, kemudian menjangkit
pada organ dalam tubuh ikan yakni ginjal dan merusak system pencernaan usus
sehingga nafsu makan turun drastis. Virus tetap infectif selama 4 jam didalam
air sehingga dapat menular pada ikan yang lain dengan kondisi labil. Infeksi
sekunder bakteri juga menyebabkan banyak terjadi luka-luka pada bagian sisik
atau tubuh ikan. Hingga sekarang ini, KHV dapat mewabah sewaktu-waktu pada
budidaya kolam kita, untuk itu tindakan insentif dalam pencegahan harus tetap
dilakukan dengan pengelolaan air yang baik, pemberian multivitamin atau
supplemen untuk membantu menguatkan daya tahan tubuh ikan perlu diterapkan.
2. Aeromonas
hidrophyla
Penyakit yang
disebabkan oleh bakteri aeromonas ini dapat menjangkit semua jenis ikan air
tawar di Indonesia. Dimana-mana bakteri-bakteri ini hampir selalu
ditemukan dan hidup di air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada organ-organ
tubuh bagian dalam ikan. Bakteri ini mudah
berkembang biak dalam kondisi perairan dengan segala suhu dan perubahan
lingkungan.
Keberadaannya tidak begitu berbahaya, namun
dalam jumlah yang banyak di perairan, bakteri selalu siaga mengintai kondisi
labil ikan dan ketidakstabilan air untuk bergerak dan menimbulkan penyakit.
Infeksi yang sering terjadi biasanya berkaitan dengan kondisi stress ikan yang
diakibatkan oleh beberapa hal. Untuk itu perlu diperhatikan secara lebih
serius.
Faktor kepadatan (kuantitas)
ikan dalam kolam adalah penyebab yang sering mengakibatkan ikan stress. Daya
tampung benih harus diperhitungkan secara matang agar tidak terjadi over capacity yang mengakibatkan ikan
kekurangan ruang gerak dan oksigen untuk bernafas pada saat usia dewasa, atau
dapat dilakukan sortir atau pendederan.
Malnutrisi atau pola makan yang tidak
seimbang antara frekwensi pembarian pakan dan nilai gizi pakan. Kebutuhan pakan
ikan dapat dipenuhi dengan adanya pakan alami dalam perairan ataupun pakan
buatan yang disuplai dari luar. Untuk lebih memaksimalkan pertumbuhan dan
mencegah terjadinya malnutrisi dapat digunakan supplemen tambahan yang membantu
menambah nilai gizi pakan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ikan dengan
melakukan sampling setiap minggunya agar diketahui secara pasti kurang labihnya
kebutuhan pakan yang diberikan.
LPS dapat menyebabkan peradangan, demam,
penurunan kadar besi, dan pembekuan darah. Disamping mampu memproduksi
eksotoksin dan endotoksin sebagai faktor virulensi, Aeromonas hydrophila patogen juga memiliki
kemampuan untuk menempel pada sel tubuh ikan melalui aktifitas adhesins
Serangan yang
ditimbulkan bersifat akut dan apabila kondisi lingkungan terus merosot, dapat
menyebabkan kematian missal. Ditandai dengan timbulnya luka-luka memar atau
borok disekujur tubuh dan kepala ikan. Penyakit ini dapat menular bebas melalui
air, kontak badan dan peralatan yang tersemar olah bekteri tersebut. Untuk itu
faktor kepadatan dan kualitas air harus benar-benar dijaga dengan system
pencegahan yang lebih efektif.
3. Bintik putih “ich”
Penyebaran penyakit ini sangat cepat,
terutama pada suhu optimalnya (15-25° Q. pada suhu 30° C atau lebih, penyakit ini
akan mati atau siklusnya berhenti. Siklus hidup parasit ini terbagi dalam
beberapa fase, yaitu parasiter (tropozoit), pre-kista (tomont), kista
(trophont), post-kista (theront).
Siklus hidup ini terjadi selama 6 hari pada
suhu 25° C, 10 hari pada suhu 15°, dan lebih sebulan pada suhu 10° C. Fase
parasiter merupakan fase aktif yang membentuk nodula (spot atau bintik) putih
di kulit dan epitel insang ikan. Bila sudah dewasa, parasit akan keluar dari
nodula dan membentuk pre-kista yang berenang bebas mencari tempat menempel
seperti akuarium, serokan, dan tanaman air.Di tempat menempelya pre - kista
akan berkembang menjadi kista yang di dalamnya berisi tomite.
Tomite inilah yang akan
membelah menjadi banyak. Pembelahan tomite menyebabkan kista pecah
sehingga tomite keluar. Tomite selanjutnya akan berkembang menjadi bentuk
post-kista. Fase inilah yang aktif menyerang ikan. Jumlahnya di dalam air
sangat banyak. Setiap kista dapat menghasilkan lebih dari 1.000 post-kista.
Berdasarkan sumber lain, bahwa penyakit ini
sering terjadi pada musim hujan dengan suhu berkisar 20 - 24oC,
selain itu pH perairan yang cepat naik turun pada musim penghujan juga
memperkuat argument bahwa fluktuasi air kolam lebih drastis.
Ikan yang terserang akan kehilangan fungsi
insang sehingga mengganggu respirasi. Selain itu ikan menjadi malas berenang
dan Akibat serangan penyakit berbahaya ini, tubuh ikan banyak dijumpai
bintik-bintik putih sehingga penyakit ini disebut White spot. Apabila telah
menyebar keseluruh tubuh, dapat menimbulkan kematian. Terkesan lebih tragis
bahwa pada serangan cukup serius, ikan akan menggosok-gosokkan tubuhnya ke
dinding akuarium atau kolam sehingga menimbulkan luka. Luka dapat mengalami
infeksi sekunder oleh cendawan.
Walaupun kebanyakan yang diserang adalah
benih ikan berukuran 1-5 cm, namun penyakit ini pun sering menyerang ikan besar
maupun kecil. Begitu hebat perkembangan siklus hidup dan penyebaran parasit
ini, untuk itu perlu lebih significant dalam melakukan tindakan pencegahan, minimal dengan cara memberok ikan
pada air mengalir atau kepadatan ikan dikurangi.
4. Streptococcus
Streptococcosis memang tidak masuk ke dalam
daftar penyakit ikan yang dianggap sangat berbahaya oleh Komisi Kesehatan Ikan
dan Lingkungan, sebagaimana MAS, KHV, WSSV atau pun VNN. Tetapi, meski tak
masuk dalam daftar tersebut, bukan berarti penyakit streptococcosis bisa
dianggap remeh oleh para pembudidaya ikan nila. Pada manajemen budidaya yang
kurang baik, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian masal. “Pada fase
pembesaran, kematian bisa sampai 100%.
Penyakit streptococcosis ini biasanya muncul
pada saat adanya perubahan cuaca secara drastis, dari panas ke hujan maupun sebaliknya.
“Jika siangnya panas terik, kemudian sore harinya terjadi hujan, penyakit ini
berpotensi akan muncul”.
Dalam banyak kasus, bakteri Streptococcus
menyerang ikan nila pada ukuran tertentu. “Biasanya pada saat ukuran ikan
menjelang 50 gram. Setelah itu, dia akan menyerang lagi saat ikan berukuran
antara 100-250 gram,” ujarnya. Ini berarti ancaman yang sama besar ditujukan
baik kepada para pendeder (saat ikan berukuran di bawah 50 gram) maupun
pembudidaya pembesaran (saat ikan berukuran 100-250 gram).
Bakteri Streptococcus ini akan masuk ke
dalam tubuh ikan nila lewat infeksi melalui sistem pencernaan. Gejala ditandai
dengan penampakan perut ikan yang terlihat agak kembung. Selanjutnya bakteri
akan masuk aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga ke ginjal. “Jika
dilakukan bedah bangkai ginjal kelihatan pucat dan bengkak,”
Pada fase ini, nafsu makan ikan akan
berkurang, sehingga ikan lebih mudah stres, daya tahan menurun. Tahap lanjut,
toksin (racun-red) dari bekteri mulai menyebar mengganggu syaraf, hingga
akhirnya menyerang syaraf pusat, yaitu otak. “Kalau sudah sampai syaraf, sulit
untuk diatasi. Pada fase ini ikan menunjukkan gejala berputar-putar (whirling)
menyerupai gangsing, dan akhirnya ikan tersebut mati.
Celakanya, waktu yang dibutuhkan bakteri
streptococcus ini dari menginfeksi ikan nila sampai pada fase whirling relatif
singkat. “Rata-rata hanya butuh waktu antara 7-14 hari, tergantung dari kondisi
ikan nila,” sambung Heny. Serangan bakteri Streptococcus ini ternyata tidak
hanya mengakibatkan ikan berputar-putar dan kemudian mati, tetapi juga dapat
mengakibatkan penyakit popeye, dengan ciri-ciri; mata menonjol, bengkak dan
berdarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar