Jumat, 28 September 2018

BIOSECURITY PADA BUDIDAYA PERAIRAN

Hasil gambar untuk pengertian biosecurity perikanan

A.    Biosecurity Budidaya Perairan.
1.      Devinisi Biosecurity
Biosecurity merupakan suatu tindakan yang dapat mengurangi resiko masuknya penyakit dan penyebarannya dari suatu tempat ke tempat lainnya . Biosecurity juga dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengeluarkan pathogen tertentu dari kultivan yang dibudidayakan di kolam induk, pembenihan, maupun kolam pembesaran dari suatu wilayah atau negara dengan tujuan untuk pencegahan penyakit .

2.      Tujuan Biosecurity Pada Budidaya Perairan
Pembudidaya perairan di Indonesia melakukan biosecurity dengan berbagai macam tujuan, antara lain yang umum dilakukan yaitu untuk:
a.       Memperkecil resiko hewan yang dibudidayakan terserang penyakit.
b.      Mendeteksi secara dini adanya wabah penyakit.
c.       Menekan kerugian yang lebih besar apabila terjadi kasus wabah penyakit.
d.      Efisiensi pada waktu, pakan, dan tenaga.
e.       Agar kualitas hewan yang dibudidayakan lebih terjamin.

B.     Penerapan Biosecurity Pada Kegiatan Budidaya Perairan
Penerapan biosecurity pada kegiatan budidaya perairan berbeda-beda tergantung pada  jenis hewan yang dibudidayakan, serta tempat dilakukannya budidaya hewan tersebut. Di bawah ini terdapat contoh penerapan biosecurity dari jenis kegiatan usaha budidaya lele sangkuriang berdasarkan pada panduan Panen Lele 2,5 Bulan . Penerapan biosecurity pada budidaya lele sangkuriang khususnya ditujukan pada dua hal, yaitu upaya pencegahan dan upaya pengobatan seperti dijelaskan pada uraian di bawah ini:
1.      Upaya Pencegahan
Untuk mencegah masuknya wabah penyakit ke dalam kolam pembesaran lele atau mencegah meluasnya wilayah yang terkena serangan penyakit dalam upaya mengurangi kerugian produksi akibat timbulnya wabah penyakit. Beberapa tindakan upaya pencegahan antara lain melalui sanitasi kolam, alat-alat, ikan yang dipelihara, serta lingkungan tempat pembesaran.
a.      Sanitasi Kolam
Sanitasi kolam dilaksanakan melalui pengeringan, penjemuran, dan pengapuran dengan kapur tohor atau kapur pertanian sebanyak 50-100 gram/m2 yang ditebar secara merata di permukaan tanah dasar kolam dan sekeliling pematang kolam. Bahan lain yang bisa digunakan untuk sanitasi kolam di antaranya methyline blue dengan dosis 20 ppm dan dibiarkan selama 2 jam. Kemudian kolam dimasuki air baru dan ditebari ikan setelah kondisi air kembali normal.

b.      Sanitasi Perlengkapan dan Peralatan
Perlengkapan dan peralatan kerja sebaiknya selalu dalam keadaan suci hama. Caranya dengan merendam peralatan dalam larutan PK atau larutan kaporit selama 30-60 menit. Pengunjung dari luarpun sebaiknya tidak sembarangan memegnag atau mencelupkan bagian tubuh ke dalam media air pemeliharaan sebelum disucihamakan.

c.       Sanitasi Ikan Tebaran
Benih lele sangkuriang yang akan ditebarkan sebaiknya selalu diperiksa dahulu. Bila menunjukkan gejala kelainan atau sakit maka lele tersebut harus dikarantina terlebih dahulu untuk diobati. Benih lele sangkuriang yang akan ditebar dan dianggap sehatpun sebaiknya disucihamakan terlebih dahulu sebelum ditebar. Caranya dengan merendam benih dalam larutan methyline blue 20 ppm. Lama perendaman masing-masing selama 10-15 menit. Bila sanitasi ikan tebaran akan menggukan obat-obatan alam, dapat dilakukan dengan cara merendam benih lele sangkuriang dalam ekstrak cairan sambiloto dengan dosis 25 ppm, ekstrak cairan rimpang kunyit dengan dosis 15 ppm, atau ekstrak cairan daun dewa dengan dosis 25 ppm. Lama perendaman masing-masing selama 30-60 menit.

d.      Menjaga Lingkungan Tempat Pembesaran
Upaya lain perlindungan gangguan dari penyakit lele sangkuriang adalah dengan menjaga kondisi lingkungan atau kondisi ekologis perairan. caranya, setiap kolam pembesaran lele sangkuriang diusahakan mendapat air yang baru dan masih segar, telah melalui sistem filtrasi, dan bahan-bahan organik seperti sampah sedapat mungkin dihindari masuk ke dalam kolam.

2.      Upaya Pengobatan
Tindakan penanggulangan penyakit ikan melalui pengobatan diupayakan agar lele sangkuriang sembuh tanpa membahayakan keselamatannya karena keracunan obat. Untuk itu, perlu diketahui gejala-gejala umum yang timbul, kemudian dilakukan diagnosis untuk menemukan faktor penyebabnya. Setelah itu barulah ditentukan cara pengobatannya. Setelah secara pasti faktor penyebabnya diketahui, kemudian ditentukan pula jenis obat yang akan digunakan serta dosisnya yang tepat sehingga tercapai efisiensi penggunaan obat dan efektifitas pemberantasannya. Beberapa teknik pengobatan yang dianjurkan dan biasanya diterapkan dalam mengobati ikan terinfeksi suatu penyakit antara lain pencelupan, perendaman, usapan, dan pemberian obat melalui pakan.
a.      Pencelupan
Pencelupan adalah cara pengobatan dengan menggunakan obat-obatan alami atau bahan kimia pada konsentrasi tinggi (ratus/ribuan ppm) dengan waktu pengobatan sangat pendek. Perlu kehati-hatian dalam pengobatan melalui cara ini, terutama melihat kondisi ikan yang sakit. Bila kondisi ikan sudah terlalu lemah sedangkan daya racun obat sangat tinggi maka ikan bisa mati. Cara pengobatan ini dilakukan dengan menangkap lele sangkuriang yang terinfeksi menggunakan serok, kemudian lele bersama serokannya dicelupkan kedalam larutan obat yang telah disiapkan selama 30-60 detik. Lele yang telah diobati kemudian dipindahkan ke tempat penampungan sambil diberi aerasi dengan air mengalir.

b.      Perendaman
Pengobatan melalui perendaman biasanya menggunakan larutan obat tertentu pada konsentrasi relatif rendah. Waktu yang digunakan untuk perendaman cukup panjang yaitu sampai 24 jam. Pengobatan dengan teknik perendaman ini dilakukan 3-5 kali berturut-turut selama 3-5 hari. Setiap kali selesai mengobati, ikan dipindahkan ke tempat yang berisi air bersih sambil diberi pakan.

c.       Usapan/olesan
Pengobatan dengan cara ini dilakukan dengan mengoleskan obat tepat pada bagian yang luka. Selanjutnya ikan yang sudah diobati dipindahkan kedalam air mengalir agar sisa obat yang beracun bagi ikan cepat tercuci.

d.      Pemberian obat melalui pakan
Pengobatan ini terutama ditujukan bagi lele sangkuriang yang terinfeksi bakteri pada organ tubuh bagian dalam. Obat yang akan digunakan dicampurkan ke dalam pakan ikan sesuai dosis yang dianjurkan. Pakan yang telah dicampur obat diberikan kepada lele yang akan diobati sebanyak 2-3% biomassa, diberikan 3 kali per hari.

C.    Jenis Penyakit Yang Menyerang Lele Sangkuriang
Terkait upaya biosecurity pada kegiatan budidaya lele sangkuring maka perlu diketahui jenis-jenis penyakit yang biasanya menyerang lele sangkuriang. Hal ini perlu dilakukan karena tanpa mengetahui dengan pasti jenis penyakit yang menyerang maka kita tidak dapat melakukan tindakan yang tepat dalam upaya mencegah penyebaran penyakit tersebut lebih luas. Selain itu dengan mengetahui jenis penyakit yang menyerang maka dapat ditentukan jenis obat yang tepat untuk mengobati lele sangkuriang yang terinfeksi. Jenis-jenis penyakit yang biasanya menyerang lele sangkuriang digolongkan menjadi 2 golongan yaitu zooparasite dan fitoparasit.
1.      Zooparasite.
Zooparasite merupakan parasit yang tergolong dalam dunia hewan (animal) diantaranya yaitu cyclochaeta ( Trichodina sp.) dan bintik putih.
a.      Cyclochaeta ( Trichodina sp.)
Trichodina sp. berkembang biak dengan cara membelah diri. Selama hidupnya Trichodina sp. berada dalam tubuh ikan. Pada bagian bawah Trichodina sp. terdapat mulut yang dilingkari suatu alat dari zat kitin berjumlah 20-30 buah yang berfungsi sebagai alat untuk menempel pada tubuh, sebagai insang, dan sebagai alat penghisap. Gejala infeksi pada lele sangkuriang yang terkena Trichodina sp. yaitu pada bagian luar tubuh yang terkena infeksi menjadi berwarna pucat, banyak mengeluarkan lendir serta mengalami pendarahan. Warna tubuh pucat dan tingkah laku yang tidak normal ditandai dengan menurunnya ketahanan tubuh, terjadi penurunan berat badan, dan terjadi iritasi pada kulit. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan memelihara kondisi lingkungan, kolam didesinfektan sebelum dilakukan penebaran ikan, jika memungkinkan Trichodina sp. harus di hambat agar tidak masuk ke kolam, menjaga populasi lele sangkuriang seoptimal mungkin, serta pakan harus tersedia dalam jumlah dan mutu yang cukup.

b.      Bintik putih (white spot)
Parasit ini sering dijumpai pada lele sangkuriang dan terlihat seperti bintik-bintik putih sehingga disebut penyakit bintik putih (white spot). Bintik putih menyerang lele sangkuriang secara berkelompok, membentuk koloni yang bersarang pada lapisan lender kulit, sirip, hingga lapisan insang. Gejala infeksi pada lele sangkuriang yang terkena bintik putih yaitu mengeluarkan lendir, tubuhnya pucat, pertumbuhannya lambat, terjadi iritasi, dan lele tampak menggosok-gosokkan tubuhnya ketepi kolam. Pada lele sangkuriang yang terinfeksi lebih lanjut akan terlihat meloncat-loncat ke permukaan air, napsu makan berkurang, terjadi perubahan warna, gerakan menjadi lambat, dan tidak responsive terhadap rangsangan. Pengobatan penyakit bintik putih agak sulit dilakukan karena bintik putih hidup pada kulit ikan lele sangkuriang dan terbungkus oleh selaput lendir ikan sehingga larutan obat tidak dapat meresap dan mengenai parasit tanpa merusak selaput lendir ikan.



2.      Fitoparasit
Fitoparasit adalah jenis parasit yang tergolong dalam dunia tanaman (plant kingdom). Dari golongan fitoparasit yang paling dikenal dan sering menyerang lele sangkuriang yaitu dari jenis jamur atau fungi. Jamur atau fungi ini memiliki bentuk menyerupai benang-benang halus dan sangat berbahaya bagi benih dan telur ikan. Gejala lele sangkuriang yang terkena infeksi jamur yaitu pada badan lele sangkuriang terdapat benang-benang halus berwarna putih seperti kapas. Jika tidak segera ditangani maka semakin lama lele menjadi kurus dan akhirnya mati karena jamur mampu menembus kulit bagian dalam terus masuk ke jaringan otot bahkan sampai ke tulang. Sasaran penyakit jamur ini bukan saja benih atau ikan dewasa, tetapi telur pun sangat mudah terinfeksi. Penyerangan terjadi terutama pada lele yang sebelumnya sudah terjangkiti parasit lain atau mengalami luka fisik sehingga penyerangan jamur ini merupakan infeksi sekunder/ infeksi kedua. Mewabahnya penyakit ini sering terjadi pada kondisi lingkungan yang banyak mengandung bahan-bahan organik dan sedang terjadi pembusukan. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
-          Menghindari penanganan luka pda tubuh ikan pada saat panen atau penanganan pasca panen.
-          Memberikan obat antibiotik dengan dosis rendah (0,5-1 ppm) pada media pengangkutan atau penampungan ikan.
-          Merendam telur lele sangkuriang dalam antibiotik sebelum dimasukkan ke tempat penetasan telur.
-          Memberikan antibiotik pada media penetasan telur dengan dosis redah.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Penerapan Biosecurity Dalam Budidaya Udang.
Diakses pada 25 Mei 2010 pk.08.05 WIB

Basahudin, M. S. 2009. Panen Lele 2.5 Bulan. Jakarta: Penebar Swadaya.

JOHAN NASHRUDDIN. 2010. Penerapan Biosecurity Pada Pembesaran Udang Vannamei (Litopeneaus vannamei) Secara Intensif di PT. Centralpertiwi Bahari Kampung Bratasena Adiwarna Kecamatan Gedung Meneng Kabupaten Tulang Bawang Propinsi Lampung.
Diakses pada 24 Mei 2010 pk.07:53 WIB.

Nofiyanta, Jaka. 2010. Kajian Penerapan Biosecurity Pada Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Di PT. Surya Windu Kartika Desa Bomo Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
http://www.aps.apsidoarjo.ac.id/index.php?option=com_rokdownloads&view=file&task=download&id=49%3Akajian-penerapan-biosecurity-pada-pembesaran-udang-vannamei&Itemid=123&lang=in.
Diakses pada 24 Mei 2010 pk.07:51 WIB.
           
Sari, Rohita. 2007. Konsep Biosecurity.
http://biosekuritiakuakultur.blogspot.com/2007/12/cacing-cestoda.html.
Diakses pada 245 Mei 2010 pk.0756 WIB.

Sucipto, Adi. 2009. Ikan Mas Dan KHV.
Diakses pada 25 Mei 2010 pk.08.11 WIB

MARKING DAN TAGGING PADA IKAN



                             Hasil gambar untuk marking dan tagging pada ikan
                            
Pemberian tanda pada ikan ada dua macam:
1. Marking
Marking merupakan pemberian tanda pada tubuh ikan buka berupa benda asing. Tanda yang dimaksud dalam kategori ini adalah pemotongan sirip, pemberian lubang pada tutup insang dan pemberian tato.
2. Tagging
Tagging ialah pemberian tanda kepada tubuh ikan dengan membubuhkan benda asing. Benda yang digunakan ialah benda-benda yang tidak mudah berkarat seperti perak, alumunium, nikel, plastik, ebonit, selluloid, dan lain-lain. Pada tag ini dapat diberi tanggal, nomor seri atau kode lainnya yang dapat memberi keterangan atau pesanan kepada yang menemukan ikan yang mempunyai tag tersebut. Hal ini merupakan salah satu keuntungan dibanding dengan marking sehingga memudahkan identifikasi individu yang telah diberi tag.
Bagian tubuh ikan yang biasa diberi tag ialah:
Bagian kepala :
– tulang rahang bawah
– tutup insang
Bagian tubuh :
– bagian depan sirip punggung
– bagian belakang sirip punggung
– bagian dalam tubuh
– bagian sirip lemak (adipose fin)
– batang ekor

Hasil gambar untuk marking dan tagging pada ikan
Tujuan pemberian tanda pada ikan ialah mengenal kembali ikan yang telah diberi tanda. Kegunaannya antara lain untuk mempelajari:
A. Parameter populasi
– Kepadatan
– Kecepatan mortalitas
– Kecepatan ekploitasi
– Kecepatan recruitmen
B. Kecepatan dan arah ruaya
C. Pertumbuhan dan penentuan umur
D. Tingkah laku
Beberapa pertimbangan dalam pemberian tanda pada ikan ialah:
1. Tujuan pemberian tanda
2. Lama kegiatan
3. Cara pengembalian ikan bertanda
4. Macam dan jumlah ikan yang terlibat
5. Tenaga kerja yang tersedia untuk memberi tanda
Selain itu bebarapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian tanda adalah:
1. Tanda yang diberikan tidak mengganggu pergerakan atau daur hidup ikan tersebut
2. Tanda mudah dikenalai
3. Ikan yang dipasangi tanda bukan merupakan ikan berumur pendek
4. Diusahakan tidak melukai ikan yang berakibat fatal bagi ikan yang ditandai

                                             Gambar terkait
Tujuan pemberian tanda pada ikan ialah untuk mengenal kembali ikan yang telah diberi tanda. Kegunaannya antara lain untuk mempelajari:
A. Parameter populasi
1. Kepadatan
2. Kecepatan mortalitas
3. Kecepatan eksploitasi
4. Kecepatan recruitmen

B. Kecepatan dan arah ruaya
C. Pertumbuhan dan penentuan umur
D. Tingkah laku

Beberapa pertimbangan dalam percobaan pemberian tanda pada ikan ialah:
1. Tujuan percobaan pemberian tanda
2. Lamanya percobaan
3. Cara pengembalian ikan bertanda
4. Macam dan jumlah ikan yang terlibat
5. Tenaga kerja yang tersedia untuk beri tanda

Berdasarkan pertimbangan di atas maka harus sampai kepada keputusan pemilihan apakah marking atau tagging yang akan digunakan dalam percobaan. Misalnya untuk studi parameter populasi dengan menggunakan marking akan lebih baik karena murah dan dapat dilakukan lebih cepat. Bila menggunakan tagging, akibat luka pada waktu pemberian tanda pengaruhnya lebih besar daripada dengan marking.
Selain dari itu akan lebih sukar daripada dengan marking.
Berhubung ikan yang tertangkap harus dilepaskan maka seyogianya alat penangkapan dalam percobaan ini harus merupakan alat sedemikian rupa sehingga ikan yang tertangkap itu tidak menyebabkan kematian seketika atau dalam waktu yang relatif tidak lama sesudah itu.

Beberapa alat yang biasa dipakai dalam percobaan ini antara lain:
1. "Electric shocker" akan menghasilkan ikan tangkapan dalam kondisi baik jika arus listrik yang dipakai tidak terlalu besar untuk membuat kejutan.
2. Bubu akan menghasilkan ikan dalam kondisi baik bila frekuensi pengangkatan bubu sering dilakukan.
3. Gillnet menghasilkan tangkapan ikan yang kurang baik karena akan merusak bagian tubuh ikan bahkan sering ditemukan ikan yang mati bergantungan pada faring.
4. Seine, hasilnya bervariasi mulai dari kehilangan pada ikan-ikan tertentu sampai rusaknya ikan berukuran kecil.
Ikan-ikan yang sudah tertangkap ditaruh dalam suatu kurungan ikan sebelum diberi tanda. Pengurung ikan ini bermacam-macam. Ada yang merupakan bak yang dapat ditaruh di tanah dan dapat dipindah-pindahkan. Ada yang merupakan kurungan terapung dalam air yang cukup besar volumenya agar ikan tidak terlalu berdesak-desakan. Semua tempat pengurungan ikan diberi lindungan atau ditempatkan di tempat aman agar ikan tidak terlalu banyak mendapat gangguan. Pada waktu akan memberi tanda pada ikan, adakalanya airnya itu diberi zat pembius seperti MS 222 untuk menghindarkan berontakan ikan agar ikan itu tida luka atau orang pemberi tanda tidak tertusuk duri sirip. Ikan yang terkena bius lebih mudah diperlakukan untuk diberi tanda. Kekurangan dalam menggunakan zat pembius ini ialah, apabila pemberian tanda telah selesai ada kemungkinan ikan tersebut masih belum siuman dan belum kembali seperti keadaan sebelum ditangkap. Jadi dalam pemberian zat pembius ini harus tepat dosisnya. Kalau berlebihan dapat mematikan ikan tersebut. Oleh karena itu, kalau dapat diusahakan jangan menggunakan zat pembius kecuali kalau dianggap sangat penting sekali. Sebab dalam hal ini harus diusahakan agar ikan itu kalaupun mendapat gangguan ("stress") harus yang seminimal mungkin.
Disebabkan banyak persoalan yang timbul sehubungan dengan pemberian tanda yang cocok, maka pemberian tanda pada ikan itu harus memenuhi hal-hal seperti berikut:
1. Tanda tidak berubah selama ikan itu hidup.
2. Tidak mengganggu tingkah laku ikan sehingga mudah ditangkap oleh pemangsa.
3. Tidak menyebabkan mudah tersangkut pada ganggang atau tanaman lainnya.
4. Tanda itu murah dan mudah diperoleh.
5. Tepat untuk tiap ukuran ikan dengan penyesuaian yang sesedikit mungkin.
6. Mudah diterapkan pada ikan tanpa menggunakan zat pembius dan gangguan "stress" diusahakan sekecil mungkin.
7. Cukup banyak variasi untuk membedakan kelompok ikan yang kecil perbedaannya.
8. Tidak menyebabkan kesehatan ikan terganggu.
9. Tidak berbahaya atau menyebabkan bahaya pada ikan sebagai ikan pangan.
10. Tanda ikan mudah dikenal oleh orang yang tidak mendapat latihan sekalipun.

Bila program untuk mengadakan penelitian dengan menggunakan tanda pada ikan diperlukan koordinasi diantara yang berkecimpung dalam bidang perikanan, rencana yang baik dan mendetail mengenai pengembalian tanda, personil yang cukup untuk pemberian tanda dan untuk mengenai kembali tanda pada ikan yang disertai dengan laporan yang cermat.
Program ini, disebarluaskan melalui iklan di TV, radio, surat kabar, penerangan-penerangan kelompok pada masyarakat, dan lain-lain. Diusahakan agar para nelayan yang membantu menemukan kembali tanda yang terdapat pada ikan tetap bergairah. Sebab biasaya dalam waktu satu atau dua tahun nelayan atau masyarakat masih bergairah membantu tetapi pada tahun berikutnya sudah kurang berkooperasi lagi. Oleh karena itu sudah wajar apabila orang yang mengembalikan tanda pada ikan itu mendapat hadiah yang menarik. Jadi keterangan yang tertera pada tanda ikan itu harus informatif dan instruksi yang jelas untuk megembalikan tanda. Tanda pada ikan itu dapat diserahkan ke tempat di mana saja yang telah ditentukan dan akan ditukar dengan hadiah yang telah dijanjikan secara tunai. Namun harus diperhatikan bahwa apabila tanda yang dikembalikan terlalu cepat, akan kurang mempunyai arti sejarahnya baik dalam aktifitas ruaya, pertumbuhan dan sebagainya.

Sumber :
M. Ichsan Effendie, 1997

Jumat, 21 September 2018

PENGANGKUTAN IKAN HIDUP




                                  Hasil gambar untuk pengangkutan ikan hidup

Proses pengangkutan hasil perikanan mempunyai arti sangat penting, pengangkutan dalam kondisi produk perikanan hidup dan kondisi mati, atau kondisi basah maupun kering.

Pada pasaran internasional saat ini terjadi suatu kecenderungan pergeseran suatu permintaan pasar untuk komoditas perikanan yaitu dari bentuk mati (beku, olahan lain) ke bentuk hidup. Dalam hal ini tentu saja menimbulkan banyak masalah karena pengangkutan ikan dalam kondisi hidup disamping mempunyai resiko tinggi juga biaya yang tinggi. 

Untuk pengangkutan ikan ukuran konsumsi misalnya, sangat diharapkan dapat mempertahankan kualitas ikan melalui dari daerah pemanenan sampai daerah pemasaran.Ikan untuk ukuran konsumsi ukurannya yang biasa dipasarkan adalah 500 sampai 100 gram.Pada transportasi ikan ukuran konsumsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan ikan dalam air dan tanpa air atau dalam kondisi lembab (Martyshev,1983). 

Sedangkan untuk Transportasi benihmerupakan bagian penting dalam kegiatan budidaya ikan yang sangat menentukan keberhasilan usaha di tahap selanjutnya. Sesuai dengan namanya, transportasi ikan hidup bertujuan agar ikan yang ditransportasikan tetap dalam kondisi hidup hingga ikan tersebut ditebar di tempat tujuan. 

Kerusakan benih ikan,dapatsaja terjadi bila terjadi kesalahan dalam cara penanganan dalam proses transportasi benih.Dalam pengangkutan benih resiko kematiannya besar, karena pada waktu diangkut benih masihdalam keadaan lemah. 

                                      Hasil gambar untuk pengangkutan ikan hidup
Perdagangan ikan hidup disebabkan karena harganya yang dapat mencapai tiga sampai empat kali lipat harga ikan mati. Teknologi transportasi ikan hidup yang sesuai dengan tuntutan komoditi dan kondisi sangat diperlukan. Keberhasilan transportasi ikan dapat ditentukan oleh kualitas kemasan yang digunakan. Kemasan berfungsi sebagai wadah, pelindung, penunjang cara penyimpanan dan transportasi serta sebagai alat persaingan dalam pemasaran. 

Kemasan yang digunakan untuk ikan hidup berfungsi untuk mendukung mempertahankan agar ikan tetap dalam keadaan pingsan. Selain itu kemasan juga berfungsi sebagai insulator panas yang dapat menahan distribusi panas dari luar kedalam kemasan. 

Salah satu penentu kualitas kemasan adalah bahan pengisi yang digunakan dalam kemasan itu sendiri. Bahan pengisi seperti serbuk gergaji, serutan kayu, kertas Koran, busa dan lain sebagainya berfungsi sebagai penahan ikan hidup agar tidak bergeser dalam kemasan,

Dalam pengangkutan ikan hidup perlu dilakukan teknik khusus, berbeda dengan ikan mati. Ikan yang sudah mati hanya diharapkan tetap segar untuk sampai ke tujuan namun untuk ikan hidup, ikan harus tetap hidup dan dalam keadaan sehat hingga sampai ke tempat tujuan.Teknik pengangkutan ikan hidup dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : yaitu teknik basah yang menyertakan media air; dan teknik kering, tanpa penyertaan air. 

Setiap teknik yang digunakan bergantung kepada jarak tempuh dan waktu tempuh yang dibutuhkan hingga sampai ke tempat tujuan.

Proses Pemingsanan/Imotilisasi meliputi 3 tahap :
Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam alat pernafasan suatu organisme
Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah

Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan substansi pembius ke seluruh tubuh
1. Pengangkutan ikan hidup dengan teknik basah
Pada pengangkutan ikan hidup dengan teknik basah, ada beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu kandungan oksigen (O2), jumlah dan berat ikan, kandungan amoniak dalam air, karbondioksida (CO2), serta pH air. Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan tergantung jumlah oksigen yang tersedia. Jika kandungan O2 meningkat, ikan akan mengonsumsi O2 pada kondisi stabil, dan ketika kadar O2 menurun konsumsi ikan atas O2 akan lebih rendah. 

Sementara itu, nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknis akibat perubahan kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH air menjadi asam. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, dan cara menanggulanginya yaitu dengan menstabilkan kembali pH air selama pengangkutan dengan larutan bufer.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pengangkutan ikan hidup menggunakan teknik basah yaitu pengangkutan dengan sistem terbuka dan sistem tertutup.

Pengangkutan dengan sistem terbuka biasanya hanya dilakukan jika jarak waktu dan jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dan menggunakan wadah yang terbuka. Sistem ini mudah diterapkan. Berat ikan yang aman untuk diangkut dengan sistem terbuka tergantung efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, dan jenis ikan. 

Sementara itu, pengangkutan ikan hidup dengan sistem tertutup dilakukan menggunakan wadah tertutup dan memerlukan suplai oksigen yang cukup. Karena itu, perlu diperhatikan beberapa faktor penting yang memengaruhi keberhasilan pengangkutan yaitu kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO2, amoniak, serta kepadatan dan aktivitas ikan.

2. Pengangkutan ikan hidup dengan teknik kering
Dalam pengangkutan teknik kering, media yang digunakan bukanlah air. Namun, ikan harus dikondisikan dalam aktivitas biologis rendah (dipingsankan) sehingga konsumsi ikan atas energi dan oksigen juga rendah. 

Semakin rendah metabolisme ikan, semakin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya. Dengan begitu, ketahanan hidup ikan untuk diangkut di luar habitatnya semakin besar. Terdapat tiga cara pemingsanan yang dapat dilakukan pada ikan, yaitu

• Penggunaan suhu rendah,
• Pembiusan dengan zat kimia, dan
• Penyetruman dengan arus listrik.

Pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penurunan suhu secara langsung dan penurunan suhu secara bertahap. Pemingsanan ikan menggunakan penurunan suhu secara langsung dilakukan dengan cara ikan dimasukkan dalam air bersuhu 10-15oC sehingga ikan pingsan seketika. Sementara, 

Pemingsanan ikan menggunakan penurunan suhu secara bertahap dapat dialkuakn dengan cara penurunan suhu air sebagai media ikan secara bertahap sampai ikan pingsan.Pembiusan dengan ikan zat kimia dilakukan dengan menggunakan bahan anestasi (pembius). 

Bahan anestasi yang digunakan untuk pembiusan ikan yaitu MS-222, Novacaine, Barbital sodium, dan bahan lainnya tergantung berat dan jenis ikan. Selain bahan-bahan anestasi sintetik, pembiusan juga dapat dilakukan dengan zat cauler pindan cauler picin yang berasal dari ekstrak rumput laut Caulerpa sp.

IMOTILISASI IKAN
Bahan alami:
  • minyak cengkeh,
  • ekstrak tembakau,
  • ekstrak biji karet,
  • Rumput laut (caulerpa) dll.

Proses Pemingsanan/Imotilisasi meliputi 3 tahap :

Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam alat pernafasan suatu organisme
Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah. Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan substansi pembius ke seluruh tubuh

Bahan anestesi yang masuk ke dalam tubuh secara langsung atau tidak langsung akan mengganggu kesetimbangan ionik dalam otak ikan.

Terjadi penurunan konsentrasi K+ dan peningkatan kation Na+, Fe³+ dan Ca²+. Gangguan ini mempengaruhi syaraf motorik dan pernapasan.

Fase pingsan yang dianjurkan adalah fase pingsan ringan (deep sedation), yaitu:
  • Reaktivitas terhadap rangsangan luar tidak ada kecuali dengan tekanan kuat. 
  • Pergerakkan operculum lambat.


Sumber:

1. Efendi R (2013). Pengangkutan Ikan Hidup.

2. http://infotani14.blogspot.com