1. Gambaran Umum
Dari sebagian ikan
yang telah dimanfaatkan diperoleh limbah perikanan yang berasal dari ikan hasil
tangkapan trawl, sisa-sisa pengolahan dan ikan yang tidak dimanfaatkan pada
puncak musim ikan atau ikan busuk dapat dimanfaatkan dalam bentuk silase.
Sejak dahulu, banyak metode telah dilakukan manusia untuk mengolah berbagai bahan-bahan hasil perikanan menjadi produk yang berguna, termasuk produk yang berasal dari limbah. Berdasarkan data statistik, jumlah ikan yang tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia (karena merupakan ikan rucah, sisa olahan pabrik, kesalahan dalam penanganan, atau karena produksi berlebihan) dapat mencapai lebih dari 500.000 ton setiap tahun. Meskipun daging ikan tersebut sudah tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi oleh manusia, membuangnya begitu saja merupakan pemborosan, karena ikan tersebut masih dapat diolah dengan proses fermentasi menjadi berbagai produk yang berguna . Dalam kegiatan industri pengalengan ikan, selalu menghasilkan limbah ikan yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan. Untuk ikan sisa, baik yang tidak terolah dan sisa-sisa pembuatan olahan ikan lainnya, dapat dijadikan pakan ternak berbentuk cairan/likuid ataupun padatan, tergantung kepada pengolahan lanjutannya. Sementara untuk ikan buangan, mungkin yang sudah membusuk, dapat dilanjutkan menjadi bahan untuk pupuk organik, walaupun bau ikannya akan tetap ada untuk beberapa saat .
Sejak dahulu, banyak metode telah dilakukan manusia untuk mengolah berbagai bahan-bahan hasil perikanan menjadi produk yang berguna, termasuk produk yang berasal dari limbah. Berdasarkan data statistik, jumlah ikan yang tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia (karena merupakan ikan rucah, sisa olahan pabrik, kesalahan dalam penanganan, atau karena produksi berlebihan) dapat mencapai lebih dari 500.000 ton setiap tahun. Meskipun daging ikan tersebut sudah tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi oleh manusia, membuangnya begitu saja merupakan pemborosan, karena ikan tersebut masih dapat diolah dengan proses fermentasi menjadi berbagai produk yang berguna . Dalam kegiatan industri pengalengan ikan, selalu menghasilkan limbah ikan yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan. Untuk ikan sisa, baik yang tidak terolah dan sisa-sisa pembuatan olahan ikan lainnya, dapat dijadikan pakan ternak berbentuk cairan/likuid ataupun padatan, tergantung kepada pengolahan lanjutannya. Sementara untuk ikan buangan, mungkin yang sudah membusuk, dapat dilanjutkan menjadi bahan untuk pupuk organik, walaupun bau ikannya akan tetap ada untuk beberapa saat .
Telah dan sedang
dikembangkan perhatian dalam proses produksi protein cair untuk makanan hewan
dari ikan yang disilasekan. Diantara metode-metode pensilasean yang digunakan
adalah perlakuan dengan asam mineral atau organik (sulfuric atauformiat)
dan fermentasi. Produk silase umunya berwarna coklat gelap semi pasta, tidak
seperti konsentrat "stickwater" dalam penampilannya. Proses
pengawetan ikan secara biologis/mikrobiologis disebut sistem ensiling, dengan
hasil disebut silase (silage), serta sebagai jasad yang berperan adalah
bakterilaktat. Silase ikan juga merupakan produk cair yang dibuat dari ikan
yang dicairkan oleh enzim-enzim yang tedapat pada ikan itu sendiri dengan
menambah asam organik. Silase adalah produk yang berupa cairan kental hasil
pemecahan senyawa
komplek menjadi senyawa sederhana yang dilakukan oleh enzim pada lingkungan yang terkontrol, berdasarkan proses pengontrolan tersebut, maka pembuatan silase ikan dapat dilakukan secara kimia dan biologis . Pengawetan ikan dengan proses silase biologis merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses pengawetan menggunakan proses AVI dan merupakan pengolahan ikan dengan proses biokimia secara aktif yang dilakukan oleh kelompok bakteri asan laktat. Proses tersebut selain membutuhkan karbohidrat yang baik dan menguntungkan, juga faktor-faktor lingkungan harus diperhatikan. Karbihidrat sebagai sumber energi antara lain tepung serealia dan gula. Penambahan tepung terhadap terhadap gula (5:1) serta campuran tersebut terhadap ikan (1:2 atau1:3). Dalam kasus daging dan ikan yang merupakan perishable food. Fermentasi asam telah digunakan sejak zaman purbakal untuk mengawetkan daging dan unuk silase dari limbah ikan, unggas dan hewan-hewan. pH yang lebih rendah dihasilkan karena asam laktat menghambat kerusakan dan mikroorganisme patogen. Secara fisik, terjadi perubahan mikrobiologi dan biokimia selama fermentasi, dengan produksi asam laktat menghasilkan pH yang rendah, penurunan aw, penghambatan kerusakan dan mikroba patogen, enzim proteolitik memecah miofibril dan sarkoplasma protein. Protein miofibril larutan garam menggumpal dan memberikan konsistensi yang kuat dan tekstur pada produk, dan peningkatan komponen aroma karena aktivitas lipolitik dari bakteri asam laktat. Organisme yang bertanggung jawab adalah Pediococcus acidilactici, Pediococcus pentosaceus dan Lactobacillus plantarum sebagaimana bergabung dua atau tiga diantaranya.
komplek menjadi senyawa sederhana yang dilakukan oleh enzim pada lingkungan yang terkontrol, berdasarkan proses pengontrolan tersebut, maka pembuatan silase ikan dapat dilakukan secara kimia dan biologis . Pengawetan ikan dengan proses silase biologis merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses pengawetan menggunakan proses AVI dan merupakan pengolahan ikan dengan proses biokimia secara aktif yang dilakukan oleh kelompok bakteri asan laktat. Proses tersebut selain membutuhkan karbohidrat yang baik dan menguntungkan, juga faktor-faktor lingkungan harus diperhatikan. Karbihidrat sebagai sumber energi antara lain tepung serealia dan gula. Penambahan tepung terhadap terhadap gula (5:1) serta campuran tersebut terhadap ikan (1:2 atau1:3). Dalam kasus daging dan ikan yang merupakan perishable food. Fermentasi asam telah digunakan sejak zaman purbakal untuk mengawetkan daging dan unuk silase dari limbah ikan, unggas dan hewan-hewan. pH yang lebih rendah dihasilkan karena asam laktat menghambat kerusakan dan mikroorganisme patogen. Secara fisik, terjadi perubahan mikrobiologi dan biokimia selama fermentasi, dengan produksi asam laktat menghasilkan pH yang rendah, penurunan aw, penghambatan kerusakan dan mikroba patogen, enzim proteolitik memecah miofibril dan sarkoplasma protein. Protein miofibril larutan garam menggumpal dan memberikan konsistensi yang kuat dan tekstur pada produk, dan peningkatan komponen aroma karena aktivitas lipolitik dari bakteri asam laktat. Organisme yang bertanggung jawab adalah Pediococcus acidilactici, Pediococcus pentosaceus dan Lactobacillus plantarum sebagaimana bergabung dua atau tiga diantaranya.
Silase yang dihasilkan
dapat dipakai sebagai makanan binatang atau dikeringkan dan disimpan hingga
digunakan.
Karakteristik silase
adalah:
· pH dari ikan cepat turun dari pH 6,0 atau 6,5
menjadi dibawah pH 5,0 proses fermentasi dikatakan berhasil jika lebih cepat
turunnya pH dan selama silase fermentasi tetap rendah
· kadar asam laktat tinggi, meningkat tajam
selama beberapa hari pertama dan senantiasa agak konstan selama fermentasi
· kadar amoniak nitrogennya rendah
· spora bakteri anaerobic dan coliform rendah
· tidak terdapat bakteri patogen seperti
Salmonella spp dan Staphylococcus spp
· mempunyai bau khas ikan
· volume gas selama fermentasi relatif kecil
· selalu stabil untuk waktu lebih dari 6 bulan
dalam
bentuk basah dan lebih 1 tahun dalam bentuk kering.
Slase yang baik akan
berubah bentuk menjadi cairan setelah dibiarkan 5-8 hari. Prosees pencairan
daging ikan ini disebabkan oleh adanya aktivitas enzim poroteolitik, misalnya
catepsin yang terdapat didalam tubuh ikan. Dengan penambahan asam, enzim ini
akan segera memecah protein menjadi gugus peptida yang berantai pendek atau
asam amino yang mudah larut dalam air. Bila silase mengandung sejumlah bakteri
pembusuk, adanya aktivitas dari bakteri pembusuk ini selama masa penyimpanan
dapat diketahuiberdasarkan terbentuknya senyawa ammonia. Pada silase yang
bermutu baik, selama penyimpanan 21 hari, persentase senyawa ammonia yang
terbentuk sangat rendah, yaitu hanya sekitar 2% dari jumlah total protein yang
dikandungnya. Rendahnya presentase ammonia yang terbentuk dapat memberikan
petunjuk bahwa tidak ada atau hanya sedikit sekali bakterii pembusuk yang dapat
bertahan hidup dalam produk silase berkualitas baik. Berdasarkan hasil
pemeriksaan secara mikrobiologis, ternyata silase yang dibuat dengan penambahan
campuran asam formiat dan propionat tidak menunjukkan adanya pertumbuhan
bakteri pembusuk atau adapatdianggap steril
Kelebihan dari produk
silase adalah : teknik pengerjaan mudah dan murah, tidak tergantung pada
kuantitas atau kualits bahan baku yang digunakan, dapat dilakukan untuk
memanfaatkan ikan-ikan yang tidak digunakan, dan pengolahan ikan menjadi silase
tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Sedangkan kelemahan produk
silase adalah masalah penyimpanan. Silase berbeentuk cairan membutuhkan ruang
penyoimpaan yang besar.
Silase ikan dapat
dimanfaatkan sebagai salh satu unsur yang dicampurkan kedalam makanan ikan atau
makanan ternak lainnya. Penggunaan silase ikan dalam makanan umumnya dimasudkan
untuk menggantikan seluruh atau sebagian tepung ikan didalamnya. Dalam suatau
penelitian yang dilakukan, dihasilkan kesimpulan bahwa penggunaan starter
bakteri pada teknologi silase limbah pengolahan ikan dapat menunjang budidaya
ikan nila dan lele secara bikultur. Metode fermentasi telah mampu diberikan
kepada jeroan/isi perut ikan, limbah hasil sembelihan rumah tangga dan limbah
unggas, sebagai sumber protein tinggi bagi pakan ternak dan telah ditemukan
bahwa manfaatnya tidak hanya untuk pengawetan, tetapi juga sebagai kontrol
pencewmaran lingkungan dan bahaya atau resiko kesehatan,
2. Tujuan Pengolahan
a. Memanfaatkan limbah-limbah perikanan yang
berasal dari kegiatan penangkapan, pengolahan dari pabrik, kesalahan
penanganan, dan produksi berlebihan.
b. Menambah nilai ekonomi limbah-limbah perikanan
yang dihasilkan
c. Mengurangi ketergantungan tepung ikan sebagai
bahan baku pembuatan pakan buatan
d. Melakukan pengawetan terhadap limbah-limbah
perikanan
e. Memenuhi kebutuhan pakan ternak yang
berprotein tinggi
f. Mengurangi tingkat pencemaran lingkungan akibat
limbah perikanan
g. Meningkatkan kreativitas dan pendapatan
masyarakat
3. Alat dan Bahan yang Digunakan
1) Alat
· Pisau
· Alat penggiling daging
· Baskom
· Sendok (pengaduk)
2) Bahan
· Ikan rucah
· Garam
· Limbah pengolahan
· Asam formiat 3%
· Asam propionat 1%
4. Cara Pembuatan
Proses pembuatan
silase dapat dilakukan dengan cara kimia dan biologis. Secara kimia dapat
digunakan asam organic dan asam anorganik. Secara biologis dilakukan dengan
menambahkan sumber bakteri asam laktat dan karbohidrat sebagai substrat dan
kemudian difermentasi dalam keadaan anaerob. Pada dasarnya prinsip pembuatan
silase ikan adalah menurunkan pH ikan agar pertumbuhan maupun perkembangan
bakteri pembusuk terhenti. Dengan terhentinya aktivitas bakteri, aktivitas enzim
baik yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri maupun dari asam yang sengaja
ditambahkan meningkat. Dengan penambahan garam dan larutan asam , pertumbuhan
bakteri pembusuk terhambat, sehingga memberikan kesempatan kepada jamur atau
ragi untuk tumbuyh dengan pesat. Penambahan larutan asam menciptakan kondisi
lingkungan yang asam dan sangat dibutuhkan dalam proses fermentasi. Tahapan
proses yang umum dilakukan dalam proses pembuatan silase yaitu: menyiapkan
starter/inokulum bakteri laktat, terbuat dari rajangan kubis (kol). Untuk
membuat starter/inokulum ambillah sebuah kubis. Rajang hingga menjadi bagian
yang kecil, masukkan kedalam tempat tertutp missal kantung plastik. Beri air
secukupnya dengan perbandingan 1:1 (jumlah air sama dengan volume kubis).
Kemudian tambahkan 2,33% garam dapur (penambahan garam dapur ini karena akan
menghambat pertumbuhan bakteri belerang yang sudah ada pada kubis). Tutp rapat
dan simpan selama 5-6 hari, maka proses pembentukan asam laktat yang akan terjadi.
Hal ini dapat diketahui jika nilai pHnya diukur dengann kertas lakmus
menunjukkan angka kurang dari 4. Setelah tercium bau asam (umumnya antara 4-5
hari) campurkan rajangan kubis tersebut kedalam ikan atau ikan membusuk. Lalu
simpan pada tempat tertutup selama 4-6 hari.
Ada beberapa metode
pembuatan silase dari bahan limbah pangan sebagai berikut:
· Metode Asam (Ikan berlemak rendah). Ikan atau
sisa olahan dicincang dan digiling halus ditambahkan campuran asam formiat
dengan asam propionat(1:1)/100 kg ikan, diaduk 3-4 kali/ hari selama 4 hari
pertama agar homogen. Biasanya hari ke 5 ikan sudah mencair atau menjadi
silase. Simpan silase dalam wadah tertutup, setelah dikeringkam agar menjadi
tepung
·
Metode Asam (Ikan
berlemak tinggi). Ikan atau sisa olahan dicincang halusditambahkan 3 liter
campuran asam formiat dengan asam propionat (1:1)/100 kg ikan, biarkan ikan
terendam selama 24 jam, kemudin dipres hingga terpisah lemaknya. Ampas hasil
perasan digiling dan dikeringkan
·
Metode Biologis. Ikan
atau sisa olahan dicincang dan digiling halus ditambahkan kanji (tapioca)
sebanyak 20 % berat ikan dan tuangkan air panas dengan perbandingan (1:4) dan
dalam keadaan dingin dicampur dengan 12,5% larutan s8umber bakteri asam laktat
(asinan kubis). Campuran tersebut dimasukkan wadah tertutup (anaerobic) selama
1 minggu
Sumber :
http://aditamabahari.blogspot.co.id
www.scribd.com/doc/52396785
www, duniaprikanan.blogspot.com/Silase-Ikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar