Rabu, 30 Desember 2015

BUDIDAYA LOBSTER LAUT

Blue and White




Dalam upaya memenuhi permintaan lobster yang cenderung meningkat serta mengatasi permasalahan merosotnya populasi lobster di alam dan kerusakan habitatnya, maka perlu dikembangkan usaha budidaya.  Walaupun usaha budidaya lobster selama ini belum mampu ditopang oleh penyediaan benih dari hasil pembenihan, akan tetapi budidaya lobster bisa dilakukan dengan memanfaatkan ketersediaan benih alam.
1. Pemilihan Lokasi Budidaya Lobster
Karakteristik ekologi atau lingkungan perairan sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan lokasi budidaya lobster sangat berkaitan dengan karakteristik habitat dan kebiasaan hidup lobster di alam.  Selain mempertimbangkan aspek biofisik-kimia perairan sesuai dengan kebutuhan hidup lobster, pemilihan lokasi budidaya lobster juga perlu mempertimbangkan aspek aksesibilitas.Kondisi perairan terhadap keadaan cuaca dan pengaruh dari daratan juga menjadi pertimbangan.
Ditinjau dari aspek aksesibilitas dan sifat keterbukaan perairan terhadap cuaca serta pengaruh dari daratan, pemilihan lokasi budidaya lobster hendaknya memperhatikan:
a.     Aksesibilitas yaitu tingkat kemudahan atau keterjangkauan lokasi dari daratan untuk memudahkan mobilisasi sarana produksi.
b.    Lokasi hendaknya terlindung dari pengaruh badai, angin kecang, arus kuat dan gelombang tinggi.  Oleh karena budidaya lobster pada umumnya membutuhkan waktu yang relatif panjang, maka pemilihan lokasi yang cukup terlindung dari pengaruh cuaca ekstrim secara musiman mutlak dipertimbangkan.  Daerah-daerah berteluk atau perairan pantai yang terlindung sepanjang tahun merupakan lokasi yang cocok untuk budidaya lobster pada KJA.
c.     Lokasi budidaya lobster hendaknya terbebas dari pengaruh pencemaran yang berasal dari permukiman, industri, pelabuhan, pertambangan dan kegiatan lain yang berpotensi mengalirkan limbah ke laut.
d.    Lokasi budidaya lobster hendaknya menghindari muara-muara sungai yang dapat menimbulkan penurunan kadar salinitas secara ekstrim dan pelumpuran pada saat musim hujan.
e.    Lokasi budidaya lobster hendaknya terbebas dari fenomena arus balik (up welling).

Sedangkan ditinjau dari parameter fisik, kimia dan biologi perairan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi yaitu:
a.     Dasar perairan bersubstrat keras, pecahan karang atau berpasir.
b.    Pergerakan air cukup baik dengan kecepatan arus berkisar antara 20 - 50 cm/detik.
c.     Kedalaman tidak kurang dari 5 meter pada surut terendah atau berkisar 7 - 25 m.
d.    Kecerahan air 3 - 5 meter atau kondisi plankton tidak blomming.
e.    Salinitas 28 - 35 ppt.
f.      Suhu air 28 - 30 0C.
g.     Oksigen terlarut 7 - 8 ppm.
h.    pH 7,0 - 8,5. 
2. Benih dan Penebaran Benih
Benih untuk menunjang pengembangan budidaya lobster masih sepenuhnya mengandalkan benih hasil tangkapan di alam. Benih hasil tangkapan di alam sangat beragam ukurannya, mulai dari ukuran kurang dari 0,5 gram/ekor yang kondisi karapasnya belum mengeras (transparan) sampai berukuran 100 gram.  Benih yang berukuran kurang dari 0,5 gram/ekor biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeliharaan pendederan sebelum dipasarkan untuk mensuplai unit-unit pembesaran. Pendederan benih membutuhkan waktu 3 - 5 bulan hingga diperoleh benih berukuran 3 - 5 gram/ekor.
Padat penebaran benih sangat tergantung pada ukuran benih yang ditebar.  Benih ukuran 5 - 30 gram dapat ditebar dengan kepadatan 40 - 60 ekor/m2 luas dasar jaring, ukuran 30 - 50 gram padat penebaran 20 - 30 ekor/m2 dan ukuran di atas 50 gram padat penebaran 15 - 17 ekor/m2.
Dalam penebaran benih lobster ke KJA perlu dilakukan dengan hati-hati. Salah satu faktor kematian dalam penebaran benih adalah masalah cara adaptasi. Adaptasi adalah proses penyesuaian lingkungan oleh organisme dari lingkungan media lama ke lingkungan media hidup secara bertahap.
Suhu sangat berpengaruh dalam proses adaptasi saat penebaran benih, oleh karena itu penebaran benih harus dilakukan pada saat suasana teduh. Pagi hari, sore atau malam hari merupakan saat dimana perubahan suhu tidak terlalu mencolok.  Sebelum benih ditebar, benih perlu diadaptasikan dengan cara aklimatisasi suhu (penyesuaian suhu) terlebih dahulu sekitar 15 - 30 menit sebelum dilepas di jaring. 
3. Shelter
Shelter berfungsi sebagai tempat perlindungan atau tempat persembunyian bagi lobster yang sedang berganti kulit (moulting) sehingga  kematian udang akibat kanibalisme dapat ditekan.  Bahan yang dipergunakan sebagai shelter dapat berupa potongan bambu yang diberi pemberat yang diletakkan di dasar jaring atau rumput laut jenis Gracillaria yang disebar di dasar jaring.

4. Pakan dan Pemberian Pakan
Jenis dan jumlah pakan serta frekuensi pemberian pakan penting diperhatikan dalam pemeliharaan lobster.  Jenis pakan terkait dengan tekstur dan kandungan protein yang mempengaruhi kemudahan lobster memakannya dan nilai nutrisinya.  Sedangkan jumlah dan frekuensi pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap sifat kanibalisme lobster.
a.    Jenis Pakan
Pakan yang diberikan kepada lobster umumnya berupa ikan rucah segar yang diperoleh dari hasil tangkapan bagan.  Namun demikian, lobster dapat juga diberikan jenis pakan lainnya seperti remis, kerang, tiram,  keong sawah, bekicot, dan by product dari industri pengolahan ikan atau pemotongan ayam. Penggunaan by product ini harus dijaga hieginitasnya.
Ikan rucah segar yang diberikan kepada lobster terlebih dahulu dipotong-potong berukuran 2 - 3 cm disesuaikan dengan ukuran udang yang dipelihara.
b.    Blue and WhiteJumlah Pakan dan Frekuensi Pemberian Pakan
Jumlah pakan yang diberikan tergantung pada ukuran udang.Pada ukuran kurang dari 10 gram, diberikan pakan sebanyak 30% dari biomassa dengan frekuensi satu kali sehari yaitu pada sore hari.  Ukuran 10 - 50 gram diberikan pada sebanyak 20% dari biomassa dengan frekuensi 2 kali sehari (pagi dan sore hari), ukuran 50 - 100 gram diberikan sebanyak 15% dengan frekuensi 2 kali sehari dan ukuran 100 - 200 gram diberikan sebanyak 10% dengan frekuensi 2 kali sehari.
5. Perawatan dan Perbaikan Jaring
Perawatan media pemeliharaan lobster yang terpenting adalah perawatan jaring.Jaring harus dijaga kebersihannya agar sirkulasi air berlangsung dengan baik dan mencegah kemungkinan munculnya penyakit akibat jaring yang kotor. Pembersihan jaring dilakukan sebulan sekali dengan cara diangkat ke permukaan, kemudian dikeringkan selama 2 - 3 hari dan dibersihkan dari alga, sedimen atau teritip yang memempel. Perbaikan jaring dilakukan jika ditemukan adanya bagian jaring yang robek atau jahitan yang lepas.
6. Pengamatan/Pemantauan
Pengamatan atau pemantauan pada pemeliharan lobster terdiri dari pengamatan harian dan pengamatan berkala.Pengamatan harian adalah pengamatan yang dilakukan setiap hari untuk mengetahui kesehatan udang, kondisi pakan yang diberikan dan kondisi jaring serta hal-hal lain yang ditemukan dalam pengamatan.Hasil pengamatan harian dicatat dalam Formulir Harian Kegiatan Budidaya.
Pengamatan berkala bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kelulusan hidup udang.  Pada pengamatan pertumbuhan dilakukan penimbangan sampel udang.  Pengamatan pertumbuhan sangat diperlukan sebagai evaluasi dan landasan dalam pemberian pakan.
Sedangkan untuk mengetahui kelulusan hidup udang, dilakukan penghitungan total (sensus) udang pada seluruh kantong jaring.  Pada saat penghitungan kelulusan hidup ini sekaligus dilakukan pemilahan ukuran (grading). Pada ukuran udang 50 gram ke bawah, pemilahan ukuran dibagi menjadi 2 (dua) kelompok ukuran sedangkan pada saat ukuran udang sudah diatas 50 gram, pemilahan ukuran dibagi menjadi 4 (empat) kelompok ukuran sesuai jumlah kantong dalam satu unit KJA.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit
Udang karang yang dibudidayakan dalam KJA relatif terhindar dari hama.  Namun demikian kompetitor pakan dapat masuk ke dalam KJA, seperti ikan-ikan kecil dan kepiting sesarma. Pengontrolan terhadap jaring sangat penting untuk mencegah masuknya hama.  Sedangkan penyakit dapat muncul jika kondisi jaring tidak bersih atau terdapat sisa-sisa pakan yang membusuk tersangkut di jaring.  Sisa pakan yang membusuk dapat menjadi media pertumbuhan jamur dan bakteri yang dapat menginfeksi udang terutama selama kondisi udang lemah saat ganti kulit (moulting).

8. Panen
Panen dilakukan setelah udang mencapai ukuran pasar, yaitu 150 - 200 gram/ekor.  Benih yang ditebar dengan ukuran rata-rata 5 gram/ekor dapat dipanen dengan ukuran rata-rata 120 gram/ekor selama pemeliharaan 10 (sepuluh bulan).  Sedangkan benih yang ditebar dengan ukuran 10 gram/ekor dapat dipanen dengan ukuran rata-rata 120 gram/ekor selama 8 (delapan bulan).
Udang karang atau lobster hasil budidaya dipasarkan dalam kondisi hidup dan tidak cacat, sehingga panen harus dilakukan secara hati-hati.  Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat karamba. Lobster dipindahkan satu persatu dari tempat pemeliharaannya ke dalam boks styrofoam. Pengangkutan udang antar daerah maupun ekspor dilakukan dalam keadaan hidup.Selain itu, suhu diusahakan rendah sekitar 20o C dengan kondisi tanpa air, tetapi lembab.


Sumber : Arsip BPBAP Ujung Batee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar