MENGENAL LOBSTER
(Panulirus spp)
PENDAHULUAN
Lobster (Panulirus spp) atau dikenal pula
dengan nama udang barong
atau udang karang merupakan salahsatu komoditas perikanan
yang memiliki nilai ekonomi penting.
Harga lobster tergolong tinggi baik di
pasardomestik maupun pasar ekspor.
Nilai lobster yang tinggidanakses pasar yang lancer mendorong penangkapan
lobster di alam dilakukan secara intensif.
Intensitas penangkapan
lobster yang tinggi telahmenimbulkan tekanan terhadap populasinya
di alam. Selain itu, usaha penangkapan
lobster seringkali dilakukan dengan cara dan alat atau bahan yang
tidak ramah lingkungan sehingga menimbulkan kerusakan pada habitat
lobster dan lingkungan.
Kondisi ini jika berlangsung-terus menerus maka populasi
lobster di alam akan semakin terancam kelestariannya.
1. Morfologi dan Taksonomi
Lobster
Udang karang mudah dikenali karena bentuknya
yang besar dibandingkan dengan udang niaga lainnya,
sehingga disebut juga dengan nama udang
barong. Sebagai subfilum Krustase,
morfologi lobster terdiri dari kepala,
thorax dan abdomen. Kepala dan thorax lobster tertutup oleh karapas dan abdomen terdiri dari enam segmen.Karakteristik
yang paling mudah untuk mengenali lobster adalah adanya capit (chelae)
besar yang pinggirnya bergerigi tajam
yang dimiliki lobster untuk menyobek dan juga menghancurkan makanannya.
Gambaran morfologi udangkarang yaitu mempunyaibentuk badan memanjang,
silindris, kepalabesar ditutupi oleh karapas berbentuk silindris,
keras, tebal dan dengan terisi duri-duri besar dan kecil. Mempunyai antenna
besar dan panjang menyerupai cambuk,
dengan rostum kecil.Pada
lobster betina, endopod pada pleopod II
tanpa appendix interna/stylamblys. Mata lobster
agak tersembunyi di bawah karapas yang
ujungnya berduri tajam dan kuat.
Lobster memiliki dua pasang antena, yang
pertama kecil dan ujungnya bercabang dua, disebut juga sebagai
kumis atau sungut.
Antena kedua sangat keras danpanjang dengan pangkal antenna besar kokoh dan ditutupi duri-duri tajam,
sedangkan ekornya melebar seperti kipas. Warna
lobster bervariasi tergantung jenisnya,
pola-pola duri di
kepala, dan warna
lobster biasanya dapat dijadikan tanda spesifik jenis
lobster.
Secara taksonomi,
udang karang atau lobster
diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum
: Arthropoda
Subfilum
: Crustacea
Klas
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Famili
: Palinuridae
Genus
: Panulirus
Lobster genus Panulirus terdiri dari banyak spesies atau jenis,
antara lain Panuliru sargus, Panulirus cygnus, Panulirus echinatus, Panulirus femoristriga, Panulirus gracilis, Panulirus guttatus, Panulirus homarus, Panulirus inflatus, Panulirus interruptus, Panulirus japonicus, Panulirus laevicauda, Panulirus longipes, Panulirus marginatus, Panulirus ornatus, Panulirus pascuensis dan Panulirus penicillatus.
Beberapa jenis
lobster yang terdapat di perairan Indonesia dan banyak ditemukan di
pasaran antara lain:
lobster batik (Panulirus cygnus), lobster
bambu (Panulirus versicolor), lobster
batu (Panulirus penicilatus), lobster
mutiara (Panulirus ornatus), lobster
pasir (Panulirus homarus), lobster
bunga (Panulirus longiceps).
Genus-genus dari Palinuridae dalam pengelompokan taksonominya menggunakan cirri morfologi dan berhubungan erat dengan letak geografis atau garis lintang dan juga kedalaman
air. Keanekaragaman jenis Panulirus sp di perairan daerah tropika lebih besar daripada di
daerah sub-tropika, tetapi kelimpahannya relatif rendah.
2. Habitat Lobster
Lobster mempunyai penyebaran
yang sangat luas mulai dari daerah
temperate hingga daerah tropis.
Habitat hidupnya mulai dari daerah
intertidal (pasangsurut) sampai perairan yang dalam. Beberapa jenis karang dapat hidup pada kedalaman mencapai 400
m. Lobster dari famili Palinuridae
(Panulirus spp.) habitatnya identik dengan terumbu karang atau lingkungan perairan
yang berkaitan dengan ekosistem terumbu karang sehingga disebut juga dengan nama udang karang.
Palinuridae menyukai hidup pada lubang atau celah-celah batu karang serta dasar dari terumbu karang hidup maupun batu karang mati dan padapasir berbatu karang disepanjang pantai dan teluk-teluk.
Lobster bambu (Panulirusversicolor) misalnya, hidup pada perairan terumbu karang sampai pada kedalaman beberapa
meter. Biasanya mendiami tempat-tempat
yang terlindung di antara batu-batu karang danjarang ditemukan dalam kelompok
yang berjumlah besar. Namun demikian,
beberapa spesies yang
hidup pada substrat
yang berbatu-batu, lumpur atau pasir dan membuat lubang yang
lingkungannya tidak berhubungan langsung dengan terumbu karang.
Udang karang (Panulirus sp) kurang menyukai tempat-tempat
yang sifatnya terbuka dan terlebih arus yang
kuat. Tempat-tempat yang disukai adalah perairan
yang terlindung. Kebiasaan hidupnya merangkak di
dasar laut berkarang,
di antara karang-karang,
di gua-gua karang, dan
di antara bunga karang.
Berdasarkan kebiasaannya merangkak,
maka udang karang dapat dikatakan tidak pandai berenang,
walaupun memiliki
kaki renang (Subani, 1978).
3. Kebiasaan Makan
Lobster memiliki sifat nocturnal yaitu sifat binatang
yang aktif mencari makan pada malam hari. Pada siang hari lobster
lebih suka membenamkan diri dalam lumpur atau menempel pada suatu benda yang terbenam dalam air.
Hewan nocturnal memiliki aktivitas
yang tinggi pada permulaan menjelang malam dan berhenti beraktivitas dengan ketika matahari terbit (Cobb
and Phillips, 1980). Pada prinsipnya udang karang (Panulirussp)
bersifat pemakan segala
(omnivora), namun demikian hewan ini menggemari mengkonsumsi ikan,
moluska, ekinodermata dan hewanlainnya terutama
yang mengandung lemak, serta jenis algae
(Subani, 1978).
Pada mulanya diperkirakan bahwa udang karang adalah scavenger (pemakan bangkai)
halinid ikarenakan lebih banyak dari udang karang memakan umpan yang
terpasang pada perangkap.
Tetapi setelah dilakukan analisa isi lambung dan pengamatan
di laboratorium, ternyata pendapat tersebut tidak benar.
Makanan dari udang karang adalah hewan yang
masih hidup atau baru saja dibunuhnya,
dan lobster cukup selektif dalam memilih makanannya
(Kanciruk, 1980).
Sifat lobster yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan atau budidaya
lobster adalah kanibalisme.
Individu lobster yang lebih kuat dapat memangsa individu
yang lebih lemah atau lebih kecil ukurannya jika kondisi pakan berkurang.
Lobster yang dalam kondisi moulting biasanya sangat lemah dan mudah menjadi sasaran pemangsaan oleh lobster
lainnya.
4. Perkembangbiakan
Lobster berkembangbiak dengan cara bertelur.
Lobster betina sudah matang telur pada ukuran panjang
total 16 cm. Sementaraitu, udang jantan yang telah matang gonad
berukuran lebih panjang,
yaitu sekitar 20
cm. Menurut Subani
(1984) dalam Utami (1999), lobster dapat digolongkan sebagai binatang
yang mengasuh dan memelihara keturunannya walaupun sifatnya hanya sementara.
Lobster betina yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan butir-butir telurnya di
bagian bawah
abdomen sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi
larva udang. Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi,
lobster akan bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan karang yang
lebih dalam untuk penetasan.
Nontji (1993) menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor betina
lobster dapat mencapai lebih dari 400.000
butir. Sedangkan menurut Subani
(1984) dalam Utami (1999), seekor lobster
betina dapat menghasilkan
275.000 butir telur pada setiap musim pemijahan.
Udang karang
(lobster) mempunyai daur hidup yang
kompleks. Telur yang telah dibuahi menetas menjadi
larva dengan beberapa tingkatan
(stadium). Secara umum dikenal adanya tiga tahapan
stadia larva, yaitu “naupliosoma”, ”filosoma”, dan “puerulus”.
Perubahan dari stadia
satuke stadia berikutnya selalu terjadi pergantian kulit yang
diikuti perubahan-perubahan bentuk
(metamorphose) yang terlihat dengan adanya modifikasi-modifikasi terutama pada alat geraknya.
Pada stadia filosoma yaitu bagian pergantian kulit yang
terakhir, terjadi stadia baru yang bentuknya sudah mirip
lobster dewasa walaupun kulitnya belum mengeras atau belum mengandung zat kapur.
Pertumbuhan berikutnya setelah mengalami pergantian kulit lagi,
terbentuklah lobster muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat dengan zat kapur.
Bentuk dan sifatnya sudah mirip
lobster dewasa (induknya) atau disebut sebagai juvenile.
Lama hidup sebagai
stadia larva untuk lobster berbeda-beda untuk setiap jenisnya.
Lobster yang hidup di perairan tropis, prosesnya lebih cepat dibanding dengan yang
hidup di daerah sub-tropis. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
stadia dewasa untuk
lobster terpisah antara 3
sampai 7 bulan (Subani, 1984 dalam Utami, 1999).
5. Pertumbuhan
Semenjak telur menetas menjadi
larva hingga mencapai tingkat dewasa dan akhirnya mati, maka selama pertumbuhannya,
lobster selalu mengalami pergantian kulit (moulting).
Pergantian kulit tersebut lebih sering terjadi pada stadia
larva (Subani, 1984 dalam Utami, 1999). Laju pertumbuhan
lobster sangat tergantung pada jumlah dan kualitas makanan
(kandungan protein). Adapun laju pertumbuhan
rata-rata tercatat 0,236 g/hari.
Sumber : Arsip BPBAP Ujung Batee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar